REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Perubahan iklim bergerak dengan cepat dan harus menjadi perhatian utama bagi pemerintahan mendatang, yaitu presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. World Resources Institute (WRI) Indonesia menilai, terdapat tujuh isu keberlanjutan di Indonesia yang wajib menjadi sorotan bagi pemerintah baru.
Direktur WRI Indonesia Nirarta Samadhi mengatakan, komitmen dan sense of urgency jajaran pemerintah yang baru sangatlah penting bagi aksi iklim dan transisi pembangunan Indonesia menuju pembangunan rendah karbon yang inklusif dan berkelanjutan. Presiden Joko Widodo saat menghadiri COP 28 di Dubai tahun lalu, menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 42 persen pada kurun waktu 2022 sampai 2024, dibandingkan dengan kondisi business as usual pada tahun 2015.
"Aksi-aksi iklim dan komitmen ini perlu terus dikawal, mulai dari sekarang sampai setidaknya lima tahun ke depan," kata Nirarta seperti dikutip dari laman WRI Indonesia, Kamis (8/8/2024).
Berdasarkan pengamatan WRI Indonesia, setidaknya ada tujuh isu keberlanjutan di Indonesia yang harus menjadi perhatian pemerintah yang baru, yaitu ekonomi hijau, dekarbonisasi industri, pembangunan kota berkelanjutan, hilirisasi mineral kritis, tantangan pasar komoditas sawit dunia, ketahanan pangan, dan hilirisasi sektor perikanan.
Pertama, pemerintah perlu menerapkan ekonomi hijau. Indonesia harus mengubah sistem ekonominya ke arah ekonomi hijau yang berkelanjutan agar membentuk sistem produksi dan konsumsi yang melindungi sumber daya alam. "Penerapan ekonomi hijau akan bermanfaat bagi pertumbuhan PDB dengan rata-rata sebesar 6,3 persen selama periode 2025 hingga 2045 dan menciptakan 1,7 juta lapangan pekerjaan baru," kata Nirarta.
Kedua, mengurangi emisi melalui dekarbonisasi industri yang akan mengubah pola produksi serta mendorong konsumsi berkelanjutan. Dengan ekosistem nol bersih yang kondusif, teknologi berkarbon rendah, mekanisme keuangan yang baik, dan tata kelola penurunan emisi yang efisien dapat melengkapi dekarbonisasi industri.
Ketiga, untuk mengatasi permasalahan umum yang dihadapi sebagian besar kota di Indonesia, pemerintah pusat dapat menerapkan intervensi bersama dengan masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah untuk mendorong mobilitas perkotaan yang berkelanjutan dan solusi berbasis alam (Nature-based solution).
Keempat, pemerintah perlu melakukan strategi hilirisasi yang benar dengan kerangka regulasi yang kuat, penguatan kebijakan, serta pengelolaan mineral yang bertanggungjawab. Kelima, WRI Indonesia menghimbau pemerintah untuk memperbaiki citra komoditas sawit melalui perbaikan ketertelusuran untuk memastikan minyak sawit yang dihasilkan merupakan sumber legal dan dibuat dari wilayah bebas konflik.
Keenam, pemerintah harus melakukan transformasi sistem pangan dengan mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini dimulai dengan mendorong keragaman konsumsi pangan sesuai dengan keanekaragaman pangan tiap daerah, mempromosikan pola makan bergizi seimbang sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh, serta mengurangi konsumsi gula dan garam yang berlebihan sambil mengikuti pola makan yang sehat.
"Kemudian, mendorong produksi pangan yang berkelanjutan juga menjadi salah satu cara dari transformasi sistem pangan," ujar Nirarta.
Terakhir, pemerintah perlu meningkatkan hilirisasi sektor perikanan Indonesia melalui berbagai strategi dan inisiatif yang melibatkan seluruh pelaku industri perikanan, termasuk lembaga riset, lembaga pembiayaan, dan investor. Pada tahun 2022, total ekspor sektor perikanan Indonesia mencapai 6,25 miliar dolar AS, dengan komoditas utama seperti udang, rajungan-kepiting, cumi-sotong-gurita, dan tuna-tongkol-cakalang.
"Dengan langkah-langkah yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, serta sektor swasta, Indonesia dapat mencapai pembangunan berkelanjutan yang rendah karbon, menjaga lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dengan upaya-upaya tersebut, kita juga dapat menahan laju peningkatan suhu," kata Nirarta.