REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Uni Eropa (EU) mengecam 'keras' pernyataan terbaru menteri keuangan Israel yang menyatakan bahwa mungkin dapat dibenarkan membiarkan warga sipil di Gaza mati kelaparan. Menurut Uni Eropa, pembenaran itu adalah kejahatan perang.
"Upaya membuat warga sipil kelaparan secara disengaja merupakan kejahatan perang," kata kepala kebijakan luar negeri blok tersebut, Josep Borrell, dalam sebuah pernyataan pada Rabu malam.
Pejabat Israe, Bezalel Smotrich sebelumnya menyatakan mungkin dapat dibenarkan dan bermoral untuk membiarkan Israel membuat 2 juta warga sipil mati kelaparan hingga "para sandera dikembalikan.
Menurut Borrel, tindakan itu yang sangat memalukan. "Ini sekali lagi menunjukkan penghinaannya terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan."
Ia mendesak Israel agar menjauhkan diri dari pernyataan semacam itu. Borrell juga meminta adanya transparansi terkait laporan tindakan penyiksaan di penjara Sde Teiman.
"Uni Eropa terus mendesak Israel untuk menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan dan perintah mengikat dari Pengadilan Internasional, serta memastikan akses kemanusiaan yang penuh dan tanpa hambatan untuk memenuhi kebutuhan banyak warga sipil, termasuk ratusan ribu anak-anak, yang hidup dalam kondisi sangat buruk dan terancam kelaparan serta penyakit di Gaza," ujarnya.
Ia kembali menyerukan gencatan senjata segera yang dapat mengarah pada pembebasan semua sandera dan peningkatan signifikan serta berkelanjutan dalam aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Hampir 40.000 warga Palestina telah tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 91.000 terluka sejak serangan Israel Oktober 2023 lalu.
Lebih dari 10 bulan sejak perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah. Lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.