Sabtu 10 Aug 2024 14:06 WIB

Dirjen HAM Kritik Fenomena Penahanan Ijazah oleh Perusahaan

Penahanan ijazah berpotensi mencederai hak tenaga kerja.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Dhahana Putra.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Dhahana Putra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra, memandang penahanan ijazah tenaga kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) oleh perusahaan perlu mendapat perhatian serius. Sebab, penahanan ijazah berpotensi mencederai hak tenaga kerja.

Dhahana menyayangkan penahanan ijazah seolah telah menjadi praktik umum dalam dunia bisnis.

Baca Juga

"Kebijakan perusahaan untuk melakukan penahanan ijazah, Jika kita perhatikan secara jeli membuat adanya potensi pembatasan hak mengembangkan diri bagi tenaga kerja untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik," kata Dhahana dalam keterangannya pada Sabtu (10/8/2024).

Memang baik dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun peraturan teknis belum mengatur perihal penahanan ijazah. Sehingga perusahaan dapat berinisiatif untuk membuat kesepakatan demikian dalam merekrut tenaga kerja.

"Masyarakat kerap mengeluhkan persyaratan tersebut telah membatasi hak mereka untuk mendapat peluang yang lebih menjanjikan," ujar Dhahana.

Oleh karena itu, Dhahana melihat adanya urgensi untuk menyusun regulasi guna mengisi kekosongan hukum ini.

"Kami meyakini perlu adanya kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai dampak kebijakan perusahaan melakukan penahanan ijazah tidak hanya bagi karyawan namun juga perusahaan sebagai pertimbangan dalam perumusan regulasi," ujar Dhahana.

Walau belum ada pengaturan mengenai penahanan ijazah, Dhahana menghimbau agar perusahaan dapat menghormati HAM yang dimiliki para tenaga kerja. Ini termasuk hak mengembangkan diri yang berpotensi dibatasi dengan penahanan ijazah.

"Perusahaan mungkin perlu mempertimbangkan bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 memperkenankan setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil," ucap Dhahana.

Selain itu, Dhahana menyoroti Pemerintah tengah melakukan pengarusutamaan bisnis dan HAM di tanah air melalui Strategi Nasional Bisnis dan HAM. Sehingga perusahaan sepatutnya menerapkan HAM dalam proses bisnisnya.

"Kebijakan perusahaan yang kiranya dipandang berpotensi mencederai hak asasi manusia baiknya dipertimbangkan matang-matang mitigasinya," ucap Dhahana.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement