REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para ilmuwan menemukan bukti yang menunjukkan bahwa kebiasaan doomscrolling berdampak buruk bagi kesehatan otak manusia. Doomscrolling adalah ketika seseorang mengonsumsi konten negatif atau menyedihkan di media sosial dalam waktu yang berlebihan.
Dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Computers in Human Behavior Reports, tim peneliti menemukan adanya hubungan antara doomscrolling dengan perasaan cemas, putus asa, tidak percaya, dan curiga kepada orang lain setelah mensurvei lebih dari 800 mahasiswa dari Amerika Serikat dan Iran. Peneliti utama studi dari Flinders University, Reza Shabahang, menjelaskan bahwa paparan berita negatif secara terus-menerus dapat berubah menjadi sumber trauma vikarius, yang menyebabkan audiens dan pembaca merasa seolah-olah mereka mengalami trauma yang sama.
"Ketika kita terus-menerus terpapar berita dan informasi negatif secara online, hal ini dapat mengancam keyakinan kita tentang kematian dan kendali yang kita miliki atas hidup kita sendiri," kata Shabahang seperti dilansir Independent, Sabtu (10/8/2024).
Menurut tim peneliti, paparan tersebut dapat menyebabkan perasaan bahwa hidup itu rapuh dan terbatas, kesepian, hingga membuat seseorang tidak memiliki kendali penuh terhadap hidup mereka.
Dalam laporannya, tim juga menemukan bahwa paparan berita negatif yang terus menerus akan menantang asumsi mendasar tentang keadilan dan kebajikan dunia.
Psikolog Dr Susan Albers mengatakan doomscrolling dapat memperburuk masalah kesehatan mental, insomnia, dan persepsi terhadap realitas. Pasalnya, paparan berita atau informasi di media sosial dapat memicu atau bahkan memperburuk perasaan depresi. "Saat kita depresi, kita sering mencari informasi yang dapat mengonfirmasi apa yang kita rasakan. Dan banyak orang yang tidak sadar bahwa itu malah akan memperburuk perasaan depresinya," jelas Dr Albers.
Untuk menghindari efek negatif dari doomscrolling, psikolog tersebut mengajak semua orang untuk belajar mengendalikan dan membatasi konsumsi berita dan media sosial mereka. Mulai dari mengambil jeda dari media sosial hingga fokus pada masa sekarang.
“Menjaga jarak emosional yang sehat dari hal-hal negatif pada akhirnya dapat membantu Anda sehat secara mental," kata Albers.