Senin 12 Aug 2024 15:59 WIB

KPBB: BBM Ramah Lingkungan Percepat Pengendalian Polusi di Jabodetabek

Sektor transportasi menjadi sumber terbesar pencemaran udara.

Warga memperlihatkan laman situs IQAir dengan latar belakang kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Gatot Subroto, Jakarta, Senin (21/8/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga memperlihatkan laman situs IQAir dengan latar belakang kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Gatot Subroto, Jakarta, Senin (21/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) mengungkapkan tujuan pasokan BBM ramah lingkungan (low sulfur fuel) adalah percepatan pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi jalan raya yang menjadi sumber terbesar pencemaran udara di kawasan perkotaan terutama Jabodetabek.

Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin di Jakarta, Senin (12/8/2024) mengatakan, penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No P20/2017 tentang Standard Emisi Kendaraan Tipe Baru (Euro4/IV Vehicle Standard) sangat strategis, baik dalam pengendalian emisi pencemaran udara, maupun dalam menciptakan persemaian demi memenangkan pertempuran industri nasional di pasar global.

“Tanpa penerapan Euro4/IV dan 6/VI Vehicle Standard, maka pencemaran udara di Jabodetaek akan naik pada 2030," ujarnya.

Kenaikan pencemaran udara ini ditandai kenaikan beban emisi untuk parameter PM2.5/PM10, SOx, NOx, HC dan CO masing-masing sebesar 57 persen, 50,75 persen, 51,54 persen, 67,17 persen dan 66,02 persen sehingga total beban emisi mencapai 17,89 juta ton per tahun atau 49.032 ton per hari.

Sementara dengan skenario adopsi Euro4/IV Vehicle Standard pada 2024, maka parameter PM2.5/PM10, SOx, NOx, HC dan CO masing-masing akan turun 76,56 persen, 99,67 persen, 47,19 persen, 68,86 persen dan 77,50 persen. Apabila skenario ini diperketat dengan penerapan Euro6/VI Vehicle Standard pada 2028, maka masing-masing beban emisi parameter di atas akan turun 93,40 persen, 99,77 persen, 52,85 persen, 87,45 persen dan 79,75 persen.

Penurunan berbagai parameter pencemaran udara di Jabodetabek tersebut akan menurunkan juga angka sakit/penyakit terkait pernafasan pada 2030, misalnya kasus pneumonia dan ISPA akan turun masing-masing 22 persen dan 8 persen apabila Euro4/IV Vehicle Standard diterapkan pada 2024, dan jika Euro6/VI Vehicle Standard diterapkan pada 2028 maka akan turun masing-masing 50 persen dan 20 persen.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Muhammad Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa menyediakan pasokan BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan sesuai dengan standard emisi sebagaimana telah diatur pada regulasi Euro4/IV Vehicle standard adalah hal mutlak.

Selain untuk pengendalian pencemaran udara, penyediaan BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan tersebut juga untuk mencegah kerusakan fuel pump, filter, injector dan catalityc converter yang sangat sensitif apabila terkena BBM kotor dengan kadar belerang tinggi.

Injector misalnya akan tersumbat (clogging) apabila kendaraan diisi BBM dengan kadar belerang tinggi sehingga tidak berfungsi menciptakan pembakaran sempurna di ruang bakar mesin. Apabila rusak, maka injector ini harus diganti di mana harga per unitnya sekitar Rp 4,5 juta, sementara 1 unit mobil misalnya memerlukan 3-4 injector.

“Untuk pelaksanaan pasokan BBM Euro4/IV Vehicle Standard tersebut tidak akan berimplikasi pada kenaikan harga BBM di SPBU, namun akan dilakukan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi hanya kepada yang berhak," kata Rachmat Kaimuddin.

Pembatasan ini mengacu persyaratan teknologi kendaraan, yaitu tipe kendaraan tertentu yang secara teknologi sangat sensitif berpotensi mengalami kerusakan apabila diisi BBM yang tidak sesuai dengan engine technology requirement-nya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement