Selasa 13 Aug 2024 07:06 WIB

Pelapor PBB: Amerika Danai Genosida!

Bom buatan Amerika dipakai dalam serangan ke Masjid al-Tabi'in.

Red: Fitriyan Zamzami
Demonstran pro-Palestina berunjuk rasa memprotes dukungan Amerika Serikat terhadap Israel dan mengutuk serangan Israel ke Gaza di luar Gedung Putih, Washington DC, Selasa (28/5/2024) waktu setempat. Serangan Israel di Gaza selatan yang menewaskan puluhan warga sipil Palestina mendapat kecaman luas. Pemerintahan Biden mengatakan pada 28 Mei bahwa serangan itu tidak melanggar peringatan Presiden AS Biden terhadap operasi militer besar-besaran di Rafah.
Foto: EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS
Demonstran pro-Palestina berunjuk rasa memprotes dukungan Amerika Serikat terhadap Israel dan mengutuk serangan Israel ke Gaza di luar Gedung Putih, Washington DC, Selasa (28/5/2024) waktu setempat. Serangan Israel di Gaza selatan yang menewaskan puluhan warga sipil Palestina mendapat kecaman luas. Pemerintahan Biden mengatakan pada 28 Mei bahwa serangan itu tidak melanggar peringatan Presiden AS Biden terhadap operasi militer besar-besaran di Rafah.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK– Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, mengecam terus dikucurkannya dana dari pemerintah Amerika Serikat untuk militer Israel. Hal ini menurutnya, membuat AS terlibat mendanai genosida yang tengah dilakukan Israel di Jalur Gaza.

Menurutnya, “pendanaan AS untuk genosida Israel” “meningkat” karena tentara Israel “menggunakan bom yang semakin mematikan.” Komentarnya muncul setelah pembantaian terbaru yang dilakukan Israel terhadap keluarga pengungsi yang berlindung di Sekolah Tabi’in dan masjid di dalamnya di Kota Gaza pada Sabtu. Pemboman itu menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai beberapa lainnya.

Baca Juga

“Bom yang digunakan kemarin dalam pembantaian #AlTabinSchool mengiris tubuh hingga tidak dapat dikenali lagi,” tulis Albanese pada X. “Mereka sekarang diidentifikasi berdasarkan beratnya: 70 kg tas = 1 orang dewasa,” ia menambahkan.

CNN mengkonfirmasi bahwa bom berdiameter kecil GBU-39 digunakan dalam serangan itu, mengutip mantan teknisi penjinak bom Angkatan Darat AS.