REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta Provinsi Bali yang tengah mengkaji pembangunan light rapid transport (LRT) maupun mass rapid transport (MRT) untuk berhati-hati. Kepala daerah, baik itu gubernur maupun bupati di mana proyek tersebut dibangun, kata Kepala Negara, harus betul-betul memperhitungkan aspek anggaran dari APBD-nya. Hal ini disampaikan Presiden dalam pengarahan kepala daerah di Istana Negara di Ibu Kota Nusantara (IKN), Selasa (13/8/2024).
Jokowi awalnya membahas soal fitur transportasi di IKN. Transportasi massal di IKN direncanakan berkonsep transportasi hijau yang ramah lingkungan, dengan mengedepankan bus elektrik atau gas. Penggunaan transportasi ramah lingkungan ini berdampak ke sektor lain, yakni sektor kesehatan. Karena dipercaya mampu menekan anggaran pengeluaran penyakit pernapasan dari warga kota.
Jokowi lalu menyontohkan Jakarta yang memiliki moda transportasi massa terlengkap saat ini, yakni busway, LRT, MRT, dan commuter line kereta api. Ia mengingatkan untuk membangun semua itu harus amat berhati-hati. Lalu Presiden menyebut Provinsi Bali sebagai saat ini tengah mengkaji membangun LRT. Ia menyontohkan saat menyetujui pembangunan MRT saja anggaran operasional per kilometer itu mencapai Rp 1 triliun.
"Yang sanggup membangun MRT tunjuk jari. Bali! Hati-hati hitungannya. Hati-hati," kata eks wali kota Solo ini.
"Mungkin bisa membangunnya tapi operasionalnya juga tidak kecil. APBD siap, karena kalau apapun yang namanya MRT LRT kereta cepat semuanya itu rugi. Artinya harus ada public service obligation (PSO). APBD harus siap untuk mendnai biaya operasional," kata Presiden, menekankan.
Jokowi kembali menyontohkan DKI Jakarta dengan menyenggol Plt Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Jakarta harus menyiapkan sedikitnya Rp 800 miliar untuk MRT. Dan kalau seluruh rute MRT Jakarta tuntas, angka ini akan naik menjadi Rp 4 triliun.
Namun pilihan membangun transportasi massal di Jakarta itu, Jokowi menganggap pantas dan wajib dilakukan. Karena menurut studi ada kerugian besar dari kemacetan Jakarta, pemborosan waktu dan BBM yang mencapai Rp 65 triliun per tahun.
"Pilih mana? Pilih dibelikan MRT LRT atau kereta cepat, atau uangnya hilang karena kemacetan setiap tahun bisa lebih dari Rp 100 triliun," kata Presiden. Karena itu ia meminta semua kota besar utama sudah harus mulai berhitung soal kondisi seperti di atas.
Secara terpisah, pada Senin, Sekda Kota Badung, Bali, Adi Arnawa memimpin rapat pemaparan rencana pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Badung. Acara berlangsung di Ruang Rapat Sekda, Puspem Badung, dihadiri oleh Kepala Bappeda Made Wira Dharmajaya, Kepala BPKAD IA. Istri Yanti Agustini, Kadis PUPR IB. Surya Suamba, PT. Sarana Bali Dwipa Jaya Ari Askhara bersama Tim.
Sekda Adi Arnawa pada saat rapat sangat mengapresiasi atas apa yang disampaikan dari PT Sarana Bali Dwipa Jaya terkait dengan Pembangunan MRT di Bali, khususnya Badung yang nantinya akan melintas di tiga Kabupaten/Kota yaitu Badung, Denpasar dan Gianyar.
"MRT ini diharapkan nantinya akan memberikan dampak positif terhadap penanganan transportasi di Badung mengingat Badung merupakan tujuan atau destinasi wisata dunia, tentu kenyaman dan keamanan menjadi prioritas utama," ujarnya.
Direktur Utama PT. Sarana Bali Dwipa Jaya Ari Askhara mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Badung yang sudah berkesempatan menerima dan mendengarkan paparan terkait dengan pembangunan MRT di Badung. Rencana Ground Breaking akan dilaksanakan pada awal bulan September 2024 bertempat di Central Parkir Kuta.
"Kami berharap dengan adanya pembangunan MRT di Badung akan mampu memberikan nilai tambah terhadap pengembangan Badung sebagai daerah wisata sekaligus sebagai upaya untuk menangani kemacetan yang sering terjadi selama ini," ucapnya.