REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyampaikan Asia, termasuk Indonesia, akan diuntungkan dengan siklus pelonggaran moneter global. Director and Chief Investment MAMI Ezra Nazula Ridha mencatat pasar saham Asia 12 kali lebih unggul dibandingkan pasar saham global, yang mana sembilan kali di antaranya terjadi saat situasi pelemahan dolar AS.
"Berlawanan dengan ekonomi AS yang menunjukkan sinyal moderasi, ekonomi Asia relatif kuat ditopang oleh membaiknya aktivitas perdagangan global," ujar Ezra saat webinar di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Ezra menyampaikan permintaan semikonduktor AI yang kuat menjadi pendorong aktivitas manufaktur dan ekspor di Asia. Ezra mencontohkan produsen semikonduktor memori Korea Selatan (Korsel) SK Hynix mengindikasikan pasokan memori AI pada 2024 telah habis terjual dan untuk 2025 pun hanya tersisa sedikit.
Ezra menjelaskan siklus pelanggaran moneter global telah dimulai. Indikatornya terlihat dari pemangkasan suku bunga dari 32 persen bank sentral di dunia pada saat ini. Ezra menyebut pelonggaran moneter dilakukan merespons inflasi yang terkendali, menjaga keseimbangan nilai tukar, hingga melemahnya permintaan domestik.
"Reaksi pasar di AS mencerminkan optimisme penurunan suku bunga global. Perubahan ekspektasi suku bunga juga terlihat dampaknya pada dolar AS yang mulai melemah terhadap mata uang lainnya," ucap Ezra.
Ezra menilai Indonesia dapat mengambil benefit dari tren perbaikan ekonomi global pada semester II 2024. Menurut Ezra, penurunan inflasi dan rencana the Fed menurunkan suku bunga pada September akan menguatkan nilai tukar rupiah.
"Dengan begitu, Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga yang akan berdampak pada perbaikan sentimen pasar finansial," sambungnya.
Ezra menambahkan potensi pemangkasan suku bunga, kembalinya dana arus asing, dan berkurangnya target penerbitan SBN pada semester II akan membawa iklim yang lebih baik bagi pasar obligasi. Ezra menyampaikan dinamika pasar obligasi menjadi lebih menarik seiring dengan berkurangnya target penerbitan SBN di paruh kedua tahun ini.
"Kalau semester I digambarkan dengan petir, di semester II ini terlihat lebih cerah dengan potensi menguatnya kembali rupiah terhadap dolar AS," kata Ezra.