REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik mencuat usai sejumlah Muslimah di Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024 lepas jilbab, baru-baru ini. Hal itu mereka lakukan karena tidak ada pilihan lain dari aturan yang disediakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), selaku koordinator penyelenggaraan program Paskibraka Nasional.
Berdasar penelusuran Republika, ada 18 perwakilan Paskibraka 2024 perempuan dari 18 provinsi yang terpaksa mencopot jilbab. Dalam foto-foto yang diperoleh, mereka memang dalam keseharian memakai kain penutup rambut itu.
Namun, saat pengukuhan, mereka harus mencopot jilbabnya. Hal itu terlihat dari foto-foto yang dibagikan pihak Istana kala Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta sejumlah menteri plus Kepala BPIP Yudian Wahyudi di Istana IKN, pada Selasa (14/8/2024).
Sebagai informasi, sejak tahun 2022 Paskibraka Nasional tidak lagi berada di bawah naungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, melainkan di bawah BPIP. Ini sesuai amanah Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
Dalam keterangan pers, kemarin, Yudian Wahyudi berdalih bahwa setiap calon Paskibraka 2024 sudah menandatangani surat pernyataan di atas materai Rp 10 ribu. Isinya menegaskan kesediaan mematuhi peraturan yang ada, termasuk yang berkaitan dengan tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka.
Bukan yang pertama
Kehebohan publik bukan kali ini saja mencuat dari langkah Yudian Wahyudi. Masih sebagai Kepala BPIP, mantan rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu pun pernah menimbulkan polemik beberapa tahun lalu.
Sejak 5 Februari 2020, ia menduduki jabatan ketua BPIP. Namun, belum genap sepekan menjabat, alumnus McGill University itu membuat pernyataan kontroversional.
Seperti dikutip dari salah satu pernyataannya kepada media daring nasional, Yudian mengatakan, musuh terbesar Pancasila adalah agama, bukan kesukuan. Pernyataan itu terkait dengan--dalam pemahaman dirinya--adanya kelompok-kelompok tertentu yang mereduksi agama sesuai dengan kepentingan sendiri dan bertentangan dengan Pancasila.
Pernyataan Yudian itu lantas menjadi viral. Banyak kritik bermunculan, termasuk dari Muhammadiyah dan GP Ansor. Wapres RI Ma'ruf Amin sampai-sampai meminta yang bersangkutan agar segera memberikan klarifikasi kepada publik.
Bukan hanya menyampaikan klarifikasi. Yudian Wahyudi juga pada saat itu mengaku akan berpuasa bicara di media-media massa selama setahun.
"Kira-kira setahunlah (puasa bicara), saya belajar dulu. Semua yang permulaan kan sulit ya. Harus belajar dulu, mengamat-amati dulu," kata Kepala BPIP saat menolak permintaan wawancara sejumlah awak media di Kompleks Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, seperti dilansir dari pemberitaan Republika.co.id pada 29 Februari 2020.