Kamis 15 Aug 2024 14:44 WIB

Penelitian: Bahan Bakar Fosil Lebih Mematikan Dibandingkan Rokok

Bahan bakar fosil menjadi pendorong utama perubahan iklim.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Polusi udara (ilustrasi)
Foto: Dailymail
Polusi udara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Kelompok dokter Australia yang tergabung dalam Doctors for Environment merilis laporan yang mengungkapkan polusi bahan bakar fosil semakin membunuh lebih banyak orang dibandingkan rokok. Pencemaran udara dari bahan bakar fosil meningkatkan risiko serangan jantung, kanker, dan melemahkan kehamilan.

Dalam laporan Fossil Fuels are a Health Hazard yang diluncurkan di Canberra, para dokter juga menemukan bahan bakar fosil mengontaminasi tubuh manusia dengan plastik. Sebagian besar plastik diproduksi dengan bahan kimia yang berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batu bara.

Para dokter mengatakan plastik dapat merembes masuk ke tubuh dan organ manusia lewat botol plastik, peralatan makan, dan produk kecantikan. Laporan itu menyebutkan terdapat "bukti yang sangat mengkhawatirkan" mengenai dampak plastik pada impotensi, kelahiran prematur, penyakit jantung, dan berbagai jenis kanker.

"Bahan bakar fosil membahayakan kesehatan, bahan bakar fosil pendorong utama perubahan iklim, yang kita semua ketahui merupakan masalah kesehatan paling besar yang dihadapi manusia," kata direktur eksekutif Doctors for the Environment Australia Kate Wylie, seperti dikutip dari ABC News, Kamis (15/8/2024).

Wylie mengatakan sudah menjadi tugas dokter untuk berbicara lantang mengadvokasi kesehatan masyarakat. Ia menegaskan asap dapat membunuh baik itu dari rokok, pembuangan mobil atau tambang batu bara.

"Kami membahas bahaya kesehatan yang diakibatkan tembakau, bahaya kesehatan alkohol, bahaya kesehatan berjudi, mari membahas bahaya kesehatan bahan bakar fosil, yang menimbulkan lebih banyak kematian dan disabilitas dibandingkan gabungan semua masalah-masalah tadi," kata Wylie.

Laporan itu juga merujuk sejumlah sumber yang mengestimasi setiap tahunnya sekitar 10 juta orang tewas lebih awal akibat polusi udara. Hal ini menggarisbawahi pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia yang mengatakan 99 persen udara yang dapat dihirup di bumi melanggar pedoman keselamatan.

Meski negara-negara sudah berjanji mengurangi emisi mereka hingga nol dan Panel Antar-Pemerintah dalam Perubahan Iklim (IPCC) PBB berulang kali mengatakan tidak boleh ada lagi proyek bahan bakar fosil baru, tapi pemerintah-pemerintah memperluas industri minyak dan gas.

Berdasarkan laporkan Doctors for the Environment tahun lalu ,terdapat 124 proyek bahan bakar baru dalam daftar proyek sumber daya dan energi pemerintah, 10 lebih banyak dibandingkan akhir 2021 lalu. Doctors for the Environment menyerukan penggunaan bahan bakar fosil diakhiri, subsidi bahan bakar fosil dihapus, dan iklan bahan bakar fosil dilarang.

Mereka juga mendorong larangan penggunaan plastik sekali pakai.

"Serupa dengan mengatasi dampak kesehatan dari tembakau dengan berhenti merokok, untuk mengatasi masalah kesehatan akibat bahan bakar fosil kita harus berhenti menggunakan batu bara, minyak dan gas," kata Wylie.

Kepala ilmuwan Superpower Institute dan profesor gas rumah kaca University of Melbourne Peter Rayner mengatakan laporan tersebut merupakan ringkasan yang baik dari kondisi ilmu pengetahuan saat ini. Namun jika melihat ke masa depan, laporan tersebut hampir meremehkan risiko pembakaran bahan bakar fosil dengan laju yang ada saat ini.

Ia mengatakan seiring berjalannya waktu, dampak-dampak bahan bakar fosil pada kesehatan akan semakin memburuk. Ryner mengatakan jika ada penelitian lain dalam tiga atau empat tahun ke depan maka dampak-dampaknya akan semakin buruk. Namun menurut Ryner hal ini bisa diperbaiki.

"Bila mulai dari sekarang kita memangkas proyek-proyek bahan bakar fosil maka dampaknya pada kesehatan akan segera terlihat," kata Ryner. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement