Kamis 15 Aug 2024 17:11 WIB

Perusahaan Tambang Dorong Dekarbonisasi

Smart mining dan keberlanjutan adalah dua aspek yang saling melengkapi.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Usaha pertambangan (ilustrasi).
Foto: antara, anadolu
Usaha pertambangan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian mengungkapkan kebutuhan tembaga dan nikel pada tahun 2030 diperkirakan naik hingga 50-70 persen. Sementara itu, laporan Badan Energi Internasional (IEA) mencatat untuk mencapai karbon netral pada tahun 2050 dibutuhkan 35 juta ton mineral hijau setiap tahunnya.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan ini sembari mengurangi jejak karbon, Indonesia menghadapi tantangan signifikan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendukung pencapaian target penurunan emisi dengan mendorong komitmen perusahaan tambang menerapkan kegiatan dekarbonisasi dalam operasional mereka. Ini termasuk pengembangan dan penerapan teknologi ramah lingkungan yang dapat mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan.

Baca Juga

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga berperan penting dengan fokus pada pengawasan emisi dan penerapan standar keberlanjutan yang lebih ketat. Semakin ketatnya regulasi lingkungan dan meningkatnya kesadaran global akan perubahan mendorong perusahaan tambang untuk bertransformasi, sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam hal transisi energi.

Perusahaan pertambangan dan metalurgi global asal Prancis, Eramet menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi karbon sebesar 40 persen pada tahun 2035 dan mencapai karbon netral pada tahun 2050. Dekarbonisasi merupakan salah satu prioritas utama Eramet di seluruh operasionalnya secara global.