REPUBLIKA.CO.ID, Tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah masih menjadi tantangan negeri ini jelang perayaan ulang tahunnya yang ke-79. Ungkapan klise itu pun masih terus muncul. Negara dengan mayoritas penduduk Muslim ini, ekonomi syariahnya belum bisa semaju dengan negara jirannya. Sejumlah pihak meyakini perlu ada terobosan signifikan untuk bisa menggenjotnya.
Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK 2024) yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat literasi keuangan syariah mengalami peningkatan menjadi 39,11 persen. Namun, jika dibandingkan dengan literasi keuangan konvensional mencapai 65,4 persen di tahun yang sama, hal ini menunjukkan literasi keuangan syariah relatif masih tertinggal.
Jauh lebih dalam lagi, indeks inklusi keuangan syariah saat ini masih bertengger di level 12,88 persen.
Direktur lembaga penelitian Next Policy sekaligus pengamat ekonomi syariah Yusuf Wibisono menyebut, setelah lebih dari tiga dekade perbankan syariah diperkenalkan di Indonesia, hal yang harus menjadi sorotan adalah marketshare perbankan syariah yang masih sangat rendah. Hingga kini, marketshare baru di kisaran 7,2 persen.
Yusuf menilai, faktor utama yang menyebabkan masih belum berkembangnya keuangan syariah lantaran pengembangan perbankan syariah selama ini masih sangat didominasi oleh pendekatan bottom up dan masih minim dukungan pemerintah.
"Ke depan, menurut saya jika kita ingin serius meningkatkan marketshare perbankan syariah, maka pendekatan top down perlu semakin diperbesar porsinya," tuturnya kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Meski mendorong adanya keterlibatan pemerintah dalam pengembangan keuangan syariah, Yusuf juga mengkritisi adanya perebutan dana syariah yang ini relatif terbatas. Dia menyampaikan, strategi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong marketshare perbankan syariah adalah pemerintah tidak bersaing dengan perbankan syariah dalam memperebutkan dana-dana syariah seperti dengan penerbitan sukuk negara yang sangat masif.
Menurutnya, industri perbankan dan keuangan syariah membutuhkan kehadiran sukuk negara untuk pengelolaan likuiditas mereka, namun penerbitan sukuk negara yang sangat masif, bahkan hingga penerbitan sukuk ritel, telah menggerus potensi dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah.
"Langkah yang lebih maju adalah penempatan dana pemerintah dan atau BUMN di perbankan syariah, atau yang paling sederhana adalah menjadikan payroll ASN seluruhnya melalui perbankan syariah. Kebijakan afirmatif seperti ini akan signifikan mendorong marketshare perbankan syariah," tuturnya.
View this post on Instagram
Dikonfirmasi terpisah, Chief Economist Pefindo Suhindarto mengungkapkan jalan pintas yang bisa dilakukan untuk mendorong literasi keuangan syariah adalah melalui pendidikan. Kemudian juga mendorong kampanye di masyarakat, mengintensifkan kemitraan dengan lembaga keuangan, serta mendorong penetrasi menggunakan platform digital agar bisa menjangkau daerah-daerah yang masih memiliki literasi yang tergolong rendah.
"Strategi meningkatkan literasi keuangan syariah melalui pendidikan begitu penting karena hal ini diperlukan untuk menjadi dasar dalam peningkatan literasi keuangan masyarakat. Masyarakat perlu dikenalkan sedari dini tentang produk-produk keuangan syariah, apa saja jenisnya, dan bagaimana mereka bisa mengatur keuangan dengan memanfaatkan instrumen-instrumen keuangan syariah itu, mulai dari diri sendiri," tutur Suhindarto kepada Republika.
Strategi lainnya adalah mendorong kampanye kepada masyarakat melalui kemitraan dengan lembaga keuangan syariah juga menjadi hal yang penting untuk menjangkau kalangan-kalangan yang saat ini sudah tidak dalam posisi mengenyam pendidikan. Otoritas terkait dan para pemangku kepentingan, seperti bank syariah, asuransi syariah, dan lain sebagainya perlu untuk terus memberikan edukasi dan membagikan pengetahuan kepada masyarakat secara luas melalui saluran-saluran informasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital untuk melakukan penetrasi ke daerah atau kalangan yang sebelumnya sulit dijangkau juga menjadi hal yang krusial. Digitalisasi bisa mendorong dan mempercepat penyebaran pengetahuan terhadap produk-produk keuangan syariah di seluruh lapisan masyarakat. Dengan begitu, literasi keuangan syariah dapat menjangkau lebih jauh lagi, mengingat saat ini digitalisasi juga sudah masuk sampai ke desa-desa.
"Digitalisasi ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mendorong literasi keuangan syariah, mengingat Indonesia sendiri merupakan negara muslim terbesar dan dengan kombinasi strategi tersebut maka diharapkan informasi akan keuangan syariah itu sendiri bisa menjadi tersebar dengan luas di masyarakat sehingga literasi keuangan syariah juga dapat meningkat," kata dia.
Suhindarto juga tak memungkiri berkembangnya digitalisasi juga berbarengan dengan maraknya kasus keamanan siber yang juga telah menjadi perhatian di tengah masyarakat. Namun, Pefindo yakin perbankan juga terus menerus melakukan peningkatan pada masalah keamanan, mengingat hal ini berkaitan dengan trust atau kepercayaan dari masyarakat untuk menempatkan dananya.
Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat mengungkapkan beberapa strategi yang dilakukan KNEKS dalam meningkatkan literasi keuangan syariah di Indonesia. Pertama, melakukan pendekatan dan komunikasi intensif kepada para tokoh pengambil kebijakan, tokoh masyarakat, influencer, maupun dalam bentuk Duta Literasi agar dapat berperan sebagai role model dan narasumber dalam literasi keuangan syariah.
"KNEKS juga mengintensifkan edukasi keuangan syariah melalui media digital dan media sosial serta kerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyusunan materi edukasi untuk peningkatan literasi perbankan syariah," kata dia.
Tak hanya itu, literasi dan inklusi keuangan syariah juga diberikan pada komunitas dan kelompok muslim, seperti pondok pesantren melalui forum-forum keagamaan (khutbah jumat, ceramah, majelis taklim), LAZ maupun nazir. KNEKS juga rutin mengikuti dan menyelenggarakan kegiatan seminar ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional maupun internasional.
Pengembangan literasi dan inklusi keuangan syariah terus bergerak dari berbagai pihak. Namun, intervensi pemerintah dinilai akan memberikan dampak yang lebih signifikan.
Jelang berakhirnya pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan akan dilanjutkan oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, masyarakat bisa berharap adanya kebijakan positif dalam mendukung keuangan syariah. Terlebih lagi, tema ekonomi syariah menjadi salah satu topik yang menonjol dan diungkap dalam debat pada kontestasi pemilihan presiden yang telah berlalu.