Kamis 15 Aug 2024 18:34 WIB

Kemenkumham: Manfaat Beneficial Ownership untuk Bisnis yang Sehat

Satgas Anti Pencucian Uang menilai bagaimana Indonesia mengelola data BO.

Dirjen AHU Kemenkumham, Cahyo R Muzhar.
Foto: Republika.co.id
Dirjen AHU Kemenkumham, Cahyo R Muzhar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menggandeng Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Kemenkumham) menggelar forum bertajuk 'The Regional Peer Exchange on Advancing Anti-Corruption in Southeast Asia through Beneficial Ownership Transparency'.

Acara tersebut didukung Stolen Asset Recovery Initiative (StAR) World Bank dan Open Ownership (OO). Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham menganggap, data pemilik manfaat beneficial ownership (BO) akhir suatu korporasi bermanfaat untuk pengembangan bisnis dan penegakan hukum di Indonesia.

Dirjen AHU Kemenkumham, Cahyo R Muzhar menekankan pentingnya transparansi kepemilikan dalam upaya bersama melawan korupsi, pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan keuangan lainnya, termasuk pemulihan aset. Sejak 2018, kata dia, Ditjen AHU telah mengelola data BO dari seluruh jenis korporasi di Indonesia secara elektronik.

Cahyo mengatakan, sejak menjadi anggota Satuan Tugas (Satgas) Aksi Keuangan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Financial Action Task Force/FATF) pada akhir 2023, langkah Indonesia mengelola basis data pemilik manfaat akhir korporasi dinilai oleh FATF. "Jadi, ada kewajiban perusahaan untuk men-declare pemilik manfaat ini," ujar Cahyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Salah satu yang dinilai oleh FATF adalah terkait bagaimana Indonesia mengelola data BO atau pemilik manfaat akhir dari suatu korporasi yaitu bisa bentuk PT, yayasan, firma, persekutuan perdata, CV, dan lainnya. Dari segi manfaat bisnis, Cahyo menjelaskan, data pemilik manfaat diperlukan.

Tujuannya agar pihak yang berbisnis dengan korporasi di Indonesia mengetahui pemilik manfaat akhir dari korporasi tersebut tidak berbisnis dengan entitas yang terlibat dalam tindak pidana. Dengan demikian, menurut Cahyo, Indonesia akan mendapatkan kepercayaan dunia.

Khususnya, sambung dia, pada saat Indonesia ingin mengembangkan dan memacu perekonomian. "Tentu investor pada saat ingin berinvestasi di Indonesia harus memastikan bahwa uangnya tidak tercampur dengan hasil tindak pidana," ucap Cahyo.

Dari perspektif manfaat penegakan hukum, kata Cahyo, kepentingan institusi penegak hukum Indonesia dapat dipenuhi dalam proses hukum. Caranya, berupa penyidikan, penuntutan, eksekusi, baik tindak pidana umum, tindak pidana khusus, maupun tindak pidana transnasional antarnegara.

Pada saat yang bersamaan, kata dia, Indonesia saat ini sedang dalam proses evaluasi oleh Bank Dunia terkait dengan kemudahan berusaha. Sehingga terdapat urgensi menyeimbangkan kemudahan berbisnis dan berinvestasi di Indonesia dengan keamanan berbisnis.

"Tentu investor pada saat ingin berinvestasi di Indonesia harus memastikan bahwa uangnya tidak juga tercampur dengan hasil tindak pidana," kata Cahyo.

Crime Prevention and Criminal Justice Officer UNODC/StAR, Badr El Banna mengatakan, pihaknya memberikan apresiasi kepada Ditjen AHU Kemenkumham yang sudah mempunyai layanan BO dalam bentuk aplikasi digital. El Banna menjelaskan, ada 191 negara yang dinaunginya menerapkan aturan standar UNODC.

"Kami merasa bangga bekerja sama dengan Indonesia dan negara-negara di kawasan ini, tidak hanya upaya antikorupsi secara umum, tetapi juga untuk mendukung mereka dalam merancang dan memperkuat kerangka kelembagaan dan hukum mereka terkait dengan kepemilikan manfaat," kata El Banna.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement