Kamis 15 Aug 2024 22:52 WIB

Jadi Biang Kerok Paskibraka Copot Jilbab, BPIP Harus Dievaluasi Total

BPIP harus bertanggung jawab karena sudah keliru menafsirkan Pancasila dan konstitusi

Red: Karta Raharja Ucu
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi (kiri) menyampaikan keterangan saat konferensi pers terkait jilbab Paskibraka di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024). BPIP menegaskan tidak memaksa Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri untuk melepas jilbab saat bertugas sebagai Paskibraka dalam acara pengukuhan dan pengibaran bendera 17 Agustus 2024.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi (kiri) menyampaikan keterangan saat konferensi pers terkait jilbab Paskibraka di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024). BPIP menegaskan tidak memaksa Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri untuk melepas jilbab saat bertugas sebagai Paskibraka dalam acara pengukuhan dan pengibaran bendera 17 Agustus 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- BADAN Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP-RI) dibanjiri kritik buntut kasus 18 Paskibraka perempuan terpaksa membuka jilbab saat acara pengukuhan di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), 13 Agustus 2024. Setelah viral dan ramai mendapatkan kecaman, Kepala BPIP RI, Yudian Wahyudi, menyampaikan permintaan maaf atas "pemberitaan yang berkembang" soal pelepasan jilbab Paskibraka Putri Tingkat Pusat, Jumat (15/8/2024). Menurut Wakil Ketua 3, Komite II DPD RI, Aji Mimi Mawarni, BPIP tidak hanya cukup minta maaf, tetapi harus dievaluasi total.

Apalagi menurut Aji Mimi, Yudian tidak meminta maaf secara khusus atas kebijakan BPIP yang keliru. "Padahal itulah titik yang krusial," kata Aji Mimi dalam keterangannya, Jumat.

Baca Juga

Sebelum minta maaf, BPIP bahkan mengklaim 18 Paskibraka Muslimah membuka jilbabnya secara sukarela, karena mengikuti aturan dan pernyataan yang sudah diteken sebelumnya. BPIP berdalih, langkah penyeragaman pakaian, penampilan, dan tampang itu untuk merawat "prinsip ketunggalan dalam keseragaman ala Bung Karno".

"Penjelasan itu justru membuktikan BPIP keliru menafsirkan konsitusi negara. Bagaimana tidak? Mereka melakukan tiga kekeliruan fatal sekaligus. Yakni diskriminatif terhadap Muslimah, melanggar konstitusi (Pancasila dan UUD 1945), serta melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," kata dia.