Jumat 16 Aug 2024 11:04 WIB

Bukan Sekadar Pilkada Serentak

Pilkada merupakan proses untuk mencari pemimpin yang berkualitas.

Red: Teguh Firmansyah
Pilkada serentak 2024 (ilustrasi)
Foto: DPR RI
Pilkada serentak 2024 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikarma, Bayu Adji

BALIHO bakal calon kepala daerah terpampang di sepanjang jalan KH Maulana Hasanudin, Cipondoh, Kota Tangerang. Ada yang memperkenalkan diri sebagai bakal calon gubernur Banten, dan ada juga yang mencoba peruntungan untuk maju di Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Tangerang.

Baca Juga

Sebut saja nama calon seperti Andra Soni dan Dimyati yang sudah mendapat perahu untuk maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten. Andra Soni dan Dimyati telah mendapatkan dukungan sejumlah partai seperti Gerindra, PKS, Nasdem, PSI, dan Demokrat.

Selain itu ada juga nama Airin Rachmi Diany, mantan wali kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang digadang-gadang bakal maju dari Partai Golkar. Baliho mantan wali kota Tangerang Arif Wismansyah juga terlihat, namun hingga akhir Juli, ia belum mengamankan perahu untuk maju di Pilgub Banten. Partai Demokrat yang sejatinya menjadi tempat bernaung Arif, justru mendukung Andra.

Baliho-baliho calon kepala daerah itu tidak hanya tersebar di Tangerang, tapi di seluruh wilayah di tanah air yang menggelar Pilkada. Dari kota dan kabupaten di Pulau Jawa hingga belahan Papua.

Hiruk pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bahkan lebih besar dibandingkan empat pemilihan kepala daerah serentak sebelumnya. Karena untuk kali pertama seluruh daerah baik itu di tingkat provinisi, kabupaten dan kota akan melaksanakan pemilihan dalam waktu yang sama. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak pada 2024 sebanyak 545 dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Pesta demokrasi ini menunjukkan bagaimana kebebasan berekspresi dan hak untuk memilih benar-benar dapat terjamin sebagaimana di dalam konstitusi. Semenjak reformasi hingga Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI yang ke-79 pada tahun ini hak-hak kebebasan itu senantiasa dijaga.

Namun yang juga patut digarisbawahi bahwa Pilkada bukan sekadar sebuah pesta demokrasi, melainkan mencari pemimpin berkualitas. Pemimpin yang mampu membawa daerah tumbuh dan berkembang serta bisa menyejahterakan rakyat. Bukan sebaliknya, mengorupsi anggaran untuk kepentingan pribadi.

Hal ini juga yang menjadi sorotan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Menurut Tito, Pilkada membuat calon yang ada terkadang tak betul-betul memiliki idealisme, kompetensi, dan kemampuan, untuk bisa mengubah warganya. Pasalnya, sepanjang calon itu disukai, meski tak memiliki kompetensi, yang bersangkutan bisa saja terpilih.

"Kita harus menerima itu. Belum lagi ada problem, mungkin rakyat yang pragmatis, yang instan. Ya kita udah tahulah, sehingga yang terpilih, ya yang karena melalui proses-proses yang dekat dengan rakyat dengan cara-cara yang mungkin kurang demokrasi, tapi itu pun kenyataan," kata Tito saat memberikan sambutan dalam acara Malam Apresiasi Satu Inspirasi 2024 di JS Luwansa Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (25/7/2024).

Menurut dia, Pilkada memang banyak melahirkan banyak pemimpin yang bagus. Namun, di sisi lain, Pilkada juga melahirkan kepala daerah yang tidak memiliki visi dan konsep. "Hanya memiliki power, kewenangan, memiliki rakyat, memiliki follower, but zero concept. Strong leader harus memiliki konsep. Nah, inilah menurut sebenarnya saya, menjadi tantangan, terutama saya selaku Mendagri, pembina wilayah," kata dia.

Pemerintah pusat mengakui bahwa pemimpin bervisi akan membawa daerah yang dipimpin untuk bergerak maju. Model pimpinan ini akan terus berinovasi menggerakkan masyarakat untuk maju bersama. Pemimpin seperti ini hadir untuk memberikan solusi atas setiap persoalan, bukan justru menjadi masalah itu sendiri.

Hanya saja memang di dalam UU Pilkada, tidak disebut kompetensi sebagai syarat khusus untuk maju. Di dalam beleid disebut calon kepala daerah, “Berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat.”

Hal yang cukup miris, masih banyak kepala daerah justru terjerat korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencaat sepanjang 2021-2023 ada 61 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka.

Teranyar, anggota DPR Ujang Iskandar yang sebelumnya menjabat Bupati Kotawaringin Barat dua periode sejak 2005 ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Ujang Iskandar, sejak lama berstatus sebagai saksi dalam penyidikan korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Barat untuk Perusahaan Daerah (Perusda) Agrotama Mandiri 2009.

Masalah ini yang tak jarang menjadi momok dalam pelaksanaan Pilkada. Politik berbiaya tinggi, namun menghasilkan pemimpin yang tak sesuai harapan. Tapi tidak semua pemimpin daerah bermasalah. Banyak juga kepala daerah yang berprestasi dan mampu memberikan dampak bagi wilayahnya seperti Bupati Badung Nyoman Giri Prasta yang berulangkali meraih penghargaan.

Politik uang

Salah satu sengkarut yang menjadi kekhawatiran dan belum bisa diobati adalah politik uang. Bahkan pada pemilihan anggota dewan kemarin informasi yang diterima oleh Republika dari seorang caleg di Jawa Timur, politik uang semakin menjadi-jadi. Karena jumlah yang diberikan untuk 'membayar' pemilih semakin mahal. Bahkan ada yang berhargai Rp 300 ribu per kepala.

 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement