Jumat 16 Aug 2024 17:18 WIB

Kisah Seru NU dan Muhammadiyah di Islamic Book Fair

Muhammadiyah berusaha agar di sana terbentuk kedamaian.

Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Muti
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Muti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, silih berbagi kisah dalam upayanya mewujudkan perdamaian antarumat beragama, yang disampaikan dalam diskusi pada kegiatan Islamic Book Fair 2024 di Jakarta.

Diskusi yang diinisiasi Majelis Hukama Muslimin (MHM) di Jakarta Kamis ini hadir sebagai narasumber Abdul Mu'ti (Sekretaris Umum Muhammadiyah), Ulil Abshar Abdalla (Ketua PBNU), dan Quraish Shihab (Anggota dan Pendiri MHM).

Baca Juga

"Muhammadiyah terlibat dalam proses perdamaian di Afrika Tengah, bekerja sama dengan lembaga Katolik di Italia," ujar Abdul Mu'ti membuka diskusi.

Mu'ti memaparkan pengalaman dan kontribusi Muhammadiyah dalam mendukung perdamaian di berbagai negara. Misalnya, di kawasan Thailand Selatan (masyarakat Pattani) dan Filipina (Bangsa Moro).

Muhammadiyah berusaha agar di sana terbentuk kedamaian sehingga masyarakatnya terbebas dari ketakutan, antara lain dengan adanya jaminan bahwa identitas mereka tidak hilang, jaminan kebebasan mereka untuk menjalankan ibadah, dan jaminan kedaulatan atas identitas mereka.

Menurutnya, Muhammadiyah bersama mitra lembaga dunia secara rutin menggelar forum perdamaian dunia. Forum ini terus berusaha menyuarakan semangat dan solusi perdamaian. Sehingga, tercipta ruang dialog yang lebih tulus dalam menciptakan perdamiaan.

"Untuk Palestina, Muhammadiyah mendirikan dua sekolah untuk pengungsi Palestina. Namanya, sekolah Muhammadiyah, seluruh muridnya warga Palestina. Muhammadiyah juga mendirikan sekolah dan layanan kesehatan untuk pengungsi Rohingnya," katanya.

Dalam konteks Indonesia, kata Mu'ti, upaya Muhammadiyah dalam menciptakan perdamaian dilakukan dengan membangun generasi cinta damai.

"Muhammadiyah juga mengembangkan amal usaha yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, serta melakukan layanan pendidikan kesehatan, dan layanan sosial lainnya," kata dia.

Sementara itu, Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla mengatakan bahwa salah satu isu tentang perdamaian yang paling penting adalah perdamaian dalam negeri.

Menurutnya, selalu menjaga perdamaian di Indonesia dan perdamaian dalam tubuh umat Islam adalah tantangan terbesar yang harus dijawab dengan baik.

Ulil juga berbagi kisah kunjungannya ke Pakistan. Menurutnya, kondisi politik di negara Muslim di kawasan anak benua India, baik Pakistan maupun Bangladesh, kurang menggembirakan, antara lain karena terjadinya ketidakstabilan politik dan kehidupan sosial.

"Kita bersyukur, Indonesia sekarang menikmati kestabilan, hubungan sosial yang cukup damai. Ini semua dalam pandangan NU, jelas ada kaitan dan kontribusi umat Islam," katanya.

Menurutnya, ormas keagamaan di Indonesia, termasuk NU dan Muhammadiyah, mampu mengelola konflik. Ulil melihat kondisi tersebut sebagai anugerah luar biasa.

Dia berpandangan suksesnya konsolidasi politik yang stabil di Indonesia dengan segala masalahnya, terjadi karena sumbangan umat Islam.

"Dan unsur terbesar umat Islam di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah," katanya.

Pendiri MHM Quraish Shihab mengamini apa yang dijelaskan oleh Mu'ti tentang Muhammadiyah dan Ulil tentang NU.

Menurutnya, peran itulah yang sebagian menjadi alasan kenapa NU dan Muhammadiyah mendapat Zayed Award for Humanity pada 4 Februari 2024.

Quraish lalu berbagi pengalaman selama terlibat dalam MHM. Menurutnya, Indonesia menjadi contoh dalam kedamaian. Dalam banyak rapat anggota yang dia ikuti, MHM menjadikan Indonesia sebagai bukti tentang perdamaian.

"Indonesia sering disebut. Tidak jarang mereka berkata mari kita ke Indonesia untuk belajar," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement