Sabtu 17 Aug 2024 18:57 WIB

Heroisme Santri Mempertahankan Kedaulatan RI

Pertempuran Surabaya pecah pada 10 November 1945.

Red: Hasanul Rizqa
Foto kolase peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Majapahit saat teatrikal peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato sekarang Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (19/9).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Foto kolase peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Majapahit saat teatrikal peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato sekarang Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 19 September 1945, terjadi insiden Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur. Penduduk kota, utamanya para pemuda, berdatangan ke penginapan tersebut lantaran melihat bendera kebangsaan Belanda berkibar di pucuk bangunan hotel tersebut. Inilah tandanya tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) sama sekali tidak menghormati fakta historis Proklamasi RI 17 Agustus 1945.

Keributan tak terhindarkan. Seorang kader Pemuda Anshor, Cak Asy’ari, berupaya mencapai ketinggian Hotel Yamato. Lantas, dia berhasil mencapai Tri Warna dan merobek bagian berwarna biru dari kain bendera itu. Merah-Putih kembali berkibar.

Baca Juga

Sepanjang September 1945, situasi di Surabaya betul-betul di atas ambang emosi. Laskar rakyat Indonesia terus berupaya mengambil alih persenjataan dari gudang-gudang yang dahulunya milik tentara Jepang. Di antara pergerakan bersenjata itu adalah Barisan Hizbullah dan Sabilillah yang terus melakukan konsolidasi untuk mempersiapkan strategi terbaik.

Sebagai informasi, keduanya dibentuk atas prakarsa KH Abdul Wahid Hasyim kala Jepang masih bercokol di Indonesia. Baik Hizbullah maupun Sabilillah merupakan wadah perjuangan fisik umat Islam, khususnya kaum santri, di zaman mempertahankan kemerdekaan.