Ciri Dzuriyat Rasul Itu Seperti Ini
Oleh Syahruddin El Fikri
Saat ini polemik masalah nasab, yang mengacu pada keturunan (dzuriyat) Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW) ramai diperbincangkan. Penulis tidak akan masuk pada ranah tersebut, yakni apakah seseorang itu dzuriyat atau bukan. Bagi penulis, yang baik maka diambil yang buruk, tinggalkan.
Siapapun dia, baik dia seorang habib (yang mengeklaim sebagai dzuriyat) maupun para ustadz, kyai, atau lainnya. Bila baik yang disampaikan, akhlaknya baik, maka penulis akan mengambilnya. Tetapi keburukan yang ditimbulkannya, siapapun dia, maka penulis akan meninggalkannya dan tak akan mengikutinya.
Seperti maqalah Arab: Khudzil 'ilma wa law min famil kalb, ambillah ilmu walaupun datangnya dari mulut seekor anjing. Yang baik, walau keluarnya dari dubur ayam (telur) maka akan penulis ambil, tetapi yang keluar dari dubur ayam selain telur, tentu tidak akan diambil.
Jadi soal nasab, penulis hanya akan berusaha mengambil yang baik-baik saja. Jika benar yang mereka sampaikan, maka ambil kebaikannya. Dan bila keburukan yang disampaikan, maka akan penulis tinggalkan.
Terkait polemik ini, penulis teringat kisah Salman Alfarisi, seorang sahabat mulia Rasulullah SAW yang berasal dari Persia. Dia dulunya mengikuti agama majusi (zoroaster) namun akhirnya dia tinggalkan, ketika berjumpa dengan pendeta Nasrani dan menjadi pengikut Nasrani.
Namun sepeninggal pendeta Nasrani, dia dijual oleh orang Yahudi, dan belajar tentang agama Yahudi. Namun, ketika dia mempelajari agama Majusi, Nasrani, dan Yahudi, tak membuatnya nyaman. Ia sempat menjadi budak Yahudi dan kemudian saat dia mendengar kabar kedatangan seseorang dari Makkah ke Maidnah (Yatsrib, saat itu), Salman penasaran.
Dalam perjalanan mempelajari agama-agama terdahulu dia mengetahui akan kedatangan nabi akhir zaman yang memiliki sejumlah ciri khusus, yakni tidak menerima sedekah, infak, dan zakat, hanya mau menerima hadiah, dan memiliki tanda kenabian di punggungnya.
Maka ketika mendengar kedatangan sosok yang diakui sebagai nabi akhir zaman itu, Salman pun ingin membuktikan kebenarannya dengan ciri-ciri yang telah diketahuinya. Suatu ketika, saat kesempatan itu tiba, Salman menawarkan sejumlah buah kepada Rasulullah SAW sebagai sedekah. Namun, buah yang ditawarkan itu langsung diberikan kepada sahabat-sahabatnya. Sementara Rasulullah SAW tak memakannya sedikitpun.
Mengetahui hal itu, muncul pandangan dalam pikiran Salman bahwa ciri pertama sosok nabi telah ada pada diri manusia yang ada dihadapannya itu. Namun demikian, itu belum cukup. Salman ingin membuktikan ciri lainnya.Salman pun pada kesempatan lain memberikan buah-buahan sebagai hadiah kepada Rasulullah SAW, dan beliau langsung memakannya serta membagikannya kepada para sahabat-sahabatnya.
Bagi Salman, itu adalah ciri yang kedua, yakni seorang nabi hanya menerima hadiah dan tidak menerima sedekah, infak, dan zakat.
Kedua ciri tersebut ternyata belum cukup bagi Salman, dia ingin membuktikan ciri yang ketiga, yakni tanda kenabian (nubuwah) di punggung Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Mengetahui rasa penasaran Salman Alfarisi, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam kemudian menunjukkan punggungnya dan Salman pun meyakini bahwa sosok manusia itu benar-benar seorang nabi akhir zaman sebagai diterangkan Pendeta Nasrani sebelum kematiannya.
Mengetahui hal itu, seketika Salman Al Farisi pun langsung memeluk Rasulullah sambil menangis. Salman pun menceritakan segala hal yang telah dilaluinya hingga bertemu Rasulullah. Ia pun akhirnya memeluk Islam dan menjadi salah satu sahabat setia Rasulullah SAW.
Ciri pertama:
Larangan Menerima Zakat, Sedekah, dan Infak
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Pada suatu hari Hasan (cucu Rasulullah) telah mengambil sebuah kurma dari zakat lalu dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah berkata (kepada Hasan), muntahkan kurma itu, 'sesungguhnya tidak halal bagi kita (Nabi dan keturunannya) mengambil sedekah atau zakat'." (HR Muslim).
Dalam hadits lain, "Kemudian Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya zakat itu tidak diperkenankan untuk keluarga Muhammad karena zakat adalah kotoran manusia." (HR Muslim).
Berdasarkan keterangan ini, maka sesungguhnya keturunan atau dzuriyat Rasulullah tidak boleh dan diharamkan menerima zakat, sedekah, dan infak dari kaum muslimin.
Boleh Menerima Hadiah
Dzuriyat atau keturunan Rasul, boleh menerima hadiah yang diberikan kaum muslimin. Kebolehan menerima hadiah ini sebagaimana yang dilakukan oleh Salman Alfarisi saat ia memberikan buah kepada Rasulullah SAW.
Dalam Surah Al-Anfal ayat 41, Allah SWT berfirman; "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Dzuriyat Rasul tidak Dimangsa Hewan Buas
Dalam kitab Al-Mafakhir karya An-Naisaburi, Lisan Al-Mizan karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, dan Muruj Adz-Dzahab karya Al-Mas’udi diceritakan sebuah kisah tentang adanya seseorang yang mengaku keturunan Rasulullah dan melakukan penipuan dengan menarik keuntungan dari pengikutnya.
Alkisah, di masa Daulah Abbasiyah, tepatnya ketika Khalifah Al-Mutawakkil menjabat sebagai kepala negara, seorang wanita bernama Zainab, mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah cucu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menyebut dirinya putri dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah radhiyallahu ‘anhuma.
Masyarakat ketika itu kebingungan dengan sikap wanita itu, hingga akhirnya mereka mendatangkan Ali bin Muhammad bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang mempunyai julukan laqab “Al-Hadi.”
Setelah disampaikan kepadanya apa yang sedang terjadi, Al-Hadi pun menegaskan bahwa Zainab putri Ali sudah lama meninggal. Dia menyebut tahun, bulan, dan hari kematiannya. Tetapi bukan jawaban seperti ini yang diinginkan Sang khalifah.
Beliau bahkan berjanji tidak akan melepaskan Zainab sebelum membungkamnya dengan hujah yang kuat.
“Jika benar dia adalah anak Fathimah,” akhirnya Ali Al-Hadi kembali bersuara, berusaha mengungkap tipu daya Zainab dengan mengajukan sebuah tantangan, “Sesungguhnya jasad keturunan Fathimah tidak akan dimangsa oleh hewan-hewan buas. Maka datangkanlah hewan buas kepadanya. Dan lemparkan ia di tengah kerumunan hewan buas itu.”
“Tidak!” teriak Zainab yang raut wajahnya tetiba berubah ketakutan. “Ini hanyalah cara agar dia bisa membunuhku! Kenapa tidak kamu saja yang melakukannya.” katanya berusaha membela diri.
Dengan tenang, Ali Al-Hadi berkata, “Ya. Aku berani membuktikannya.”
Dan beberapa saat kemudian, ia dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Perlahan-lahan, enam ekor singa yang ada di dalam kandang itu, mendekati Ali satu per satu. Dengan lembut, tangan Ali membelai kepala singa-singa yang mendekatinya. Binatang-binatang buas itu, di hadapan Ali Al-Hadi, menjadi jinak dan penurut.
Begitu melihat...
Begitu melihat Ali keluar dari kandang dengan selamat, dan dilihatnya dengan mata kepala sendiri sebuah pemandangan yang langka, Zainab pun hanya terdiam seribu bahasa.
Akhirnya, dia mengakui kebohongan yang selama ini ia desuskan, tipu daya yang selama ini dia mainkan. Masyarakat yang mengetahui kejadian ini, menjulukinya dengan sebutan, “Zainab Al-Kadzaabah (Sang Penipu Ulung).”
Demikianlah tiga hal yang sekiranya bisa mengenali seseorang itu keturunan (dzuriyat) Rasulullah atau bukan. Yakni pertama apakah dia menerima sedekah, infak, dan zakat. Kedua, dia hanya mau menerima hadiah yang diberikan. Ketiga, dzuriyat atau keturunan Rasulullah tak akan dimangsa oleh hewan buas.
Allahu A'lam.
(www.sajada.id)