REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Setelah pembebasan Istanbul, Turki dideklarasikan sebagai sebuah republik pada 29 Oktober 1923.
John Finley, seorang warga Amerika yang mengamati sidang Grand National Assembly, menyatakan dengan antusias bahwa negara ini “mengambil pandangan tatap muka pertamanya yang penuh harapan terhadap dunia”.
Ia menggambarkan, “Wajah Latife Hanim [istri Presiden Mustafa Kemal] yang penuh minat dan harapan - dan saya rasa saya bisa menambahkan, wajah yang cantik - tidak bisa lebih berbeda dari ‘Khalifah yang bungkuk, yang rambutnya beruban dan ditutupi dengan jubah berumbai-rumbai’."
Bagi banyak pengamat, kedua tokoh ini mewujudkan aspek-aspek yang kontras dari Turki: masa depan dan masa lalu.