Senin 19 Aug 2024 19:14 WIB

Transaksi Judi Online Hampir Tembus Rp 400 Triliun

Ada tiga strategi utama yang digunakan Satgas untuk mencegah penyebaran judi online.

Rep: Dian Fath Risalah / Red: Satria K Yudha
Warga berjalan di depan spanduk sosialisasi larangan judi online di Kantor Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/7/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Warga berjalan di depan spanduk sosialisasi larangan judi online di Kantor Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan data terbaru transaksi judi online telah mencapai angka hampir Rp 400 triliun, dengan jumlah pemain yang meningkat tajam menjadi tiga juta orang dalam tujuh tahun terakhir. Menanggapi kondisi ini, Kominfo akan mengambil tindakan tegas terhadap penyedia jasa yang terindikasi terlibat dalam praktik judi online.

“Jika ada indikasi pelanggaran, kami akan memberikan teguran pertama. Namun, jika tidak terdaftar (PSE) dan ada indikasi digunakan sebagai sarana judi online kami akan melakukan pemutusan secara langsung tanpa teguran," kata Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Teguh Arifiyadidalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Komitmen Satgas Berantas Judi Online’ Senin (19/8/2024).

Teguh mengingatkan, penyelenggara sistem khususnya barang dan jasa serta transaksi keuangan diwajibkan untuk melakukan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Jika penyelenggara tidak mendaftar, maka Kominfo memiliki kewenangan untuk pemutusan akses.

Di sisi pencegahan, upaya pemberantasan oleh Kominfo sudah dilakukan secara masif. Ada tiga strategi utama yang digunakan Satgas untuk mencegah penyebaran judi online.

Pertama, menggunakan mesin web crawler berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi situs-situs judi. Kedua, melakukan patroli manual untuk menemukan anomali yang luput dari deteksi mesin. Terakhir, melakukan tindakan lanjutan berdasarkan pengaduan dari masyarakat.

“Kami sudah melakukan pemutusan akses terhadap berbagai situs dan aplikasi, tetapi Kementerian Kominfo tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada dukungan dari hulu hingga hilir," ujar Teguh.

Meskipun demikian, lanjut Teguh, para bandar judi online semakin pintar dalam menutupi jejak mereka. Setiap kali satu situs diblokir, muncul metode baru yang digunakan para pelaku untuk menghindari pemblokiran.

“Biasanya masyarakat ini akan melaporkan tren-tren judol terbaru sehingga kita bisa meng-upgrade mesin kita untuk mendeteksi celah judol,” jelasnya.

Hal ini terlihat dari data selama tujuh tahun terakhir, yang mana Kemenkominfo telah memblokir 3,8 juta aplikasi judi online, dengan 2 juta di antaranya berhasil diblokir dalam satu tahun terakhir. “Tidak hanya terus memperbarui keyword, mereka bahkan meretas situs-situs resmi, seperti website dengan domain go.id dan ac.id. Kami terus mempelajari modus operandi mereka dan selalu siap dengan tim yang dedicated untuk menangani kasus ini,” ungkap Teguh.

Oleh karena itu, Teguh menegaskan edukasi menjadi elemen utama dalam upaya pemberantasan judi online. Sebab semasif apapun pemblokiran yang dilakukan kominfo, jika literasi masyarakat tidak ditingkatkan, maka judi online akan terus menjadi menghantui.

“Sebagai contoh, tak jarang masyarakat yang kerap tak bisa membedakan antara judi online dan game online. Padahal ciri utama dari judi online, adanya sistem deposit dan cash out, baik langsung maupun tidak langsung,” jelasnya.

Karenanya, upaya pemberantasan judi online ini memerlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan penyedia layanan digital. Selain itu, peningkatan literasi digital dan tindakan tegas terhadap para pelaku, diharapkan mampu menekan praktik judi online ke depannya.

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement