REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketika perayaan 90 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor Tahun 2016, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama selama dua periode (1999-2004 dan 2005-2009/2010), KH Ahmad Hasyim Muzadi mengungkapkan hal unik tentang NU dan Muhammadiyah.
“Dulu itu NU dan Muhammadiyah berdebat soal apakah Sholat Shubuh pakai qunut atau tidak. Sekarang sudah tidak diperdebatkan lagi, karena sudah tidak ada yang sholat shubuh,” ujarnya berkelakar.
“Mengurus NU itu tidak mudah. Anggotanya petani dan orang-orang pelaku UMKM di desa-desa. Banyak yang tak kuat mengurus NU akhirnya pindah ke organisasi lain,” kata Kiai Hasyim disambut tawa ribuan orang.
Dua organisasi itu kerap berbeda dalam sejumlah hal. Beberapa tahun terakhir misalkan, terasa sekali perbedaannya dalam hal penentuan satu syawal. NU menggunakan ru’yatul hilal. Sedangkan Muhammadiyah cukup dengan hisab.
Namun berbagai perbedaan antara kedua ormas tersebut melebur menjadi kesatuan yang saling menguatkan dalam diri Suswono, pendamping Ridwan Kamil dalam Pilkada DKI Jakarta 2024, kontestasi yang memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Siapa Suswono?
Berbekal kultur NU sekaligus Muhammadiyah, Suswono merupakan sosok yang egaliter, pandai berjejaring dengan kelompok dan individu dengan berbagai latar belakang. Dia merupakan sarjana yang memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang didapat untuk berdakwah dan menempuh bidang profesionalisme.
Nama satu ini sudah tidak asing dalam belantika politik nasional. Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014), politisi PKS ini merupakan menteri pertanian, meneruskan khidmah pendahulunya, Anton Apriyantono.
Lihat halaman berikutnya >>>