SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) dilaporkan telah setuju untuk mengurangi kontribusi finansial Indonesia dalam proyek pengembangan pesawat tempur KF-21. Hal itu sebagai tanggapan atas penundaan pembayaran yang berulang dari negara Asia Tenggara tersebut.
Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korsel mengumumkan pada 16 Agustus 2024, kontribusi Indonesia telah dipangkas dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won. Menurut laporan Yonhap, proyek KF-21, yang dimulai pada 2015, bertujuan untuk mengembangkan pesawat tempur supersonik mutakhir.
Indonesia awalnya berjanji untuk menanggung 20 persen dari total biaya proyek yang diperkirakan mencapai 8,1 triliun won. Namun, karena kesulitan keuangan yang diperparah oleh pandemi Covid-19 dan dampak lanjutannya, Indonesia baru bisa menyumbang sekitar 400 miliar won hingga saat ini.
Indonesia masih meminta pengurangan yang signifikan dalam kewajiban finansialnya, dengan alasan tekanan ekonomi dan tantangan dalam memenuhi jadwal pembayarannya. Pada Mei 2024, pemerintah Korsel mulai meninjau proposal Indonesia untuk mengurangi kewajiban pembayarannya dan kini secara resmi menyetujui ketentuan yang direvisi.
DAPA mengatakan, keputusannya untuk mengakomodasi permintaan Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Termasuk, pentingnya menjaga hubungan bilateral yang kuat dan kepraktisan dalam menutupi kekurangan finansial yang dihasilkan.
"Kami mempertimbangkan hubungan bilateral antara kedua negara dan faktor lainnya seperti apakah kami dapat menutupi kekurangan finansial. Setelah menyelesaikan kesepakatan pembagian biaya yang baru dengan Indonesia, kami akan fokus pada memenuhi harapan publik dengan menyelesaikan proyek ini dengan sukses," demikian pernyataan DAPA.
Seiring dengan pengurangan kontribusi finansial, manfaat yang terkait dengan transfer teknologi ke Indonesia juga akan dikurangi secara proporsional. Meskipun DAPA belum merinci secara spesifik bagaimana transfer teknologi akan disesuaikan, dampak keseluruhan pada keterlibatan Indonesia dalam proyek jet Boramae akan berkurang signifikan.
Perubahan pengaturan finansial tersebut berarti pemangku kepentingan, termasuk pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industries (KAI), harus menanggung porsi biaya yang lebih besar. Awalnya, pemerintah Korsel dan KAI masing-masing bertanggung jawab atas 60 persen dan 20 persen dari total biaya proyek.
Dengan angka yang telah disesuaikan saat ini, Korsel akan menghadapi beban finansial tambahan sekitar 500 miliar won untuk memastikan proyek Boramae selesai sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pada 2026. Namun, pejabat Korsel telah mengidentifikasi cara untuk mengurangi total biaya proyek menjadi 7,6 triliun won, yang akan membantu mengurangi dampak finansial bagi peserta.