Selasa 20 Aug 2024 14:15 WIB

Tradisi Ceramah dalam Peradaban Arab Klasik Pra-Islam

Bangsa Arab memiliki tradisi orasi atau ceramah.

Red: Hasanul Rizqa
ILUSTRASI Mendengarkan khutbah atau ceramah.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
ILUSTRASI Mendengarkan khutbah atau ceramah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh sebelum datangnya Islam, bangsa Arab memiliki tradisi berpidato. Menurut Khalid Alhelwah dalam disertasinya untuk Ohio State University berjudul “The Emergence and Development of Arabic Rhetorical Theory 500 CE-1400 CE” (1998), bangsa Arab menganggap seni bahasa dan retorikanya sebagai kontribusi terbaiknya untuk dunia. Kebanggaan demikian sejalan dengan karakteristik bangsa Arab yang hidup dari jalur perniagaan.

Alhelwah mengutip studi yang dilakukan Ihsan al-Nuss, “Al-Khatabah al-‘Arabiyah fi ‘Ashriha al-Dhahabi” (1963). Menurut al-Nuss, ada beberapa jenis orasi di era Arab pra-Islam (sekitar 500 Masehi).

Baca Juga

Pertama, kontes adu-orasi, di mana dua suku atau lebih saling mempertandingkan orator terbaik mereka untuk saling berbalas sajak. Kedua, orasi yang bertujuan untuk mengajak pada peperangan atau pembalasan dendam. Ketiga, sebaliknya dari orasi kedua, yakni ajakan untuk berunding atau mengadakan perjanjian damai.

Keempat, orasi yang diadakan dalam upacara penyambutan mempelai di resepsi pernikahan. Kelima, orasi yang menyerupai ceramah-ceramah kebijaksanaan. Keenam, orasi sambutan-sambutan ketika berlangsung pertemuan antarsuku. Ketujuh, uraian nasihat (wasaya) yang dilakukan seorang tetua terhadap beberapa anggota keluarga. Kedelapan, retorika yang disampaikan secara cepat-cepat oleh ahli nujum (kahin).