REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum keluarga dokter Aulia Risma Lestari (ARL), Susyanto, mengatakan, pihak keluarga ARL tidak dilibatkan dalam proses investigasi internal Universitas Diponegoro (Undip) yang bertujuan mengungkap penyebab meninggalnya dokter muda berusia 30 tahun tersebut. ARL diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya ketika tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi Semarang.
"Belum ada sama sekali konfirmasi ke kami," ujar Susyanto kepada media pada Selasa (20/8/2024) malam ketika ditanya apakah pihak Undip turut menggali keterangan pihak keluarga ARL dalam proses investigasi internalnya.
Namun dia enggan mengomentari lebih jauh perihal investigasi internal Undip terkait kematian ARL. "Mohon maaf itu bukan domain kami ya. Tapi kewenangan mereka (Undip) untuk statement seperti itu. Kepentingan dan maksudnya apa, yang tahu mereka. Tanyakan ke pihak Undip saja," ucap Susyanto.
Undip diketahui telah merilis keterangan pers terkait kematian ARL. Dalam pernyataannya, Undip, yang mengeklaim sudah melakukan investigasi internal, membantah bahwa meninggalnya ARL terkait dengan dugaan perundungan yang dialaminya ketika melaksanakan PPDS Anestesia di RSUP Dr.Kariadi. Undip menerbitkan keterangan persnya pada 15 Agustus. Sementara ARL ditemukan tak bernyawa di kamar kosnya di Lempongsari pada 12 Agustus 2024, sekitar pukul 23.00 WIB.
Terkait perkembangan penyelidikan kematian ARL oleh kepolisan, Susyanto mengungkapkan, perwakilan Polrestabes Semarang sudah datang ke Tegal, tempat tinggal keluarga ARL, pada Senin (19/8/2024). Mereka datang menyerahkan surat panggilan pemeriksaan untuk ibu, adik, termasuk teman dekat ARL.
Menurut Susyanto, setidaknya ada dua hal yang hendak diklarifikasi oleh tim Polrestabes Semarang. "Yang pertama kaitannya dengan apa sih penyebab kematian almarhumah. Yang kedua, ini terjadinya perundungan benar atau tidak," ujarnya.
Susyanto menjelaskan, jenazah ARL tidak diautopsi dan keluarga menerima hal tersebut. Karena memutuskan tidak diautopsi, pasca penemuan jenazah ARL, kepolisian mengembalikan semua barang bukti. "Beberapa hari kemudian saya melakukan klarifikasi setelah adanya surat kuasa (dari keluarga ARL) bahwa almarhumah tidak melakukan bunuh diri. Oleh karena itu kan pihak yang berwajib mungkin punya kepentingan agar permasalahan ini tidak menjadi bola liar di masyarakat, yaitu dengan melakukan lidik," kata Susyanto.
Dia menambahkan, tim investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah datang ke Tegal untuk meminta keterangan keluarga ARL. "Waktu itu langsung Bapak Menkes datang ke kami, dibarengi dengan tim investigasi, itu sudah kami terima dengan baik dan kami berikan data-data yang mereka perlukan," ucapnya.
Menurut Susyanto, beberapa hal yang diserahkan ke tim investigasi Kemenkes antara lain bukti chat atau percakapan via WhatsApp antara ARL dengan ibu, ayah, dan adiknya. "Di samping itu ada pesan suara yang antara almarhumah (dengan keluarga). Itu sudah kami serahkan ke tim investigasi," katanya. Sementara terkait buku diari ARL yang ditemukan di kamar kosnya, Susyanto mengatakan, sampai saat ini buku tersebut masih berada dalam naungan keluarga dan kuasa hukumnya.
Keterangan polisi
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengungkapkan saat ini pihaknya masih menyelidiki kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari (ARL). Mahasiswi Univeritas Diponegoro (Undip) yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPD Anestesia di RSUP Dr.Kariadi itu diduga melakukan bunuh diri karena menghadapi perundungan dari para seniornya.
Saat ditemui awak media di Mapolrestabes Semarang pada Senin (19/8/2024), Irwan sempat merespons beberapa pertanyaan tentang perkembangan penanganan kasus ARL. Salah satu pertanyaan yang ditanggapi adalah tentang penemuan obat bius di kamar kos ARL ketika dia ditemukan tak bernyawa pada 12 Agustus 2024 lalu.
"Keterangan sementara yang dapat kami sampaikan, kan obat itu kan mereknya Roculax. Roculax ini informasinya adalah obat yang fungsinya untuk merelaksasi terhadap korban dalam proses pembedahan," ungkap Irwan.
Dia mengungkapkan, di kamar kos ARL ditemukan botol Roculax dengan volume isi lima miligram. "Masih tersisa dua (miligram). Jadi kemungkinan digunakan tiga miligram," ujar Irwan.
Saat ini tim Polrestabes Semarang sedang menyelidiki apakah ARL menyuntikkan Roculax ke tubuhnya untuk meredakan rasa sakit atau memang berniat mengakhiri hidupnya. Sebab berdasarkan keterangan keluarga, ARL mempunyai penyakit saraf kejepit yang rasa nyerinya bisa muncul ketika kelelahan. "Nah apakah ini juga digunakan oleh korban dalam rangka mengobati sakitnya atau tidak, nanti kita akan komunikasikan dengan ahli," kata Irwan.
Hasil visum menyebutkan bahwa ARL yang berusia 30 tahun meninggal karena mati lemas. Jenazah ARL diketahui tidak diautopsi atas permintaan keluarga.
Sementara itu terkait dugaan perundungan yang dialami ARL ketika melaksanakan PPDS di RSUP Dr.Kariadi, Irwan mengatakan, Polrestabes Semarang juga sudah membentuk tim untuk mengusut hal tersebut. Dia mengungkapkan saat ini tim itu sudah bekerja. "Minggu ini kita akan melakukan pemeriksaan terhadap circle teman-teman almarhumah, kemudian orang tua, sahabat-sahabat sesama dokter, pacarnya. Kita sedang proses mulai hari ini sudah sudah kita lakukan pemeriksaan,” ucap Irwan.
Keterangan Undip
Undip membantah kabar bahwa ARL diduga bunuh diri akibat perundungan. Menurut Undip, ARL mengakhiri hidupnya karena menghadapi masalah kesehatan. "Mengenai pemberitaan meninggalnya almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari investigasi internal kami, hal tersebut tidak benar," ungkap Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip Utami Setyowati saat memberikan keterangan pers di Kantor Humas Undip, 15 Agustus 2024 lalu.
Dia menambahkan bahwa selama ini ARL berdedikasi dalam pekerjaannya. "Namun demikian, almarhumah mempunyai problem kesehatan yang dapat mempengaruhi proses belajar yang sedang ditempuh," ujarnya.
Kendati demikian, Utami mengaku tidak bisa mengungkap secara mendetail problem kesehatan apa yang dialami ARL bersangkutan. Alasannya karena konfidensialitas medis dan privasi almarhumah.
"Berdasarkan kondisi kesehatannya, almarhumah sempat mempertimbangkan untuk mengundurkan diri (dari PPDS). Namun karena beliau adalah penerima beasiswa sehingga secara administratif terikat dengan ketentuan penerima beasiswa, sehingga almarhumah mengurungkan niat tersebut," ucap Utami.
Dia mengatakan, Undip terbuka dengan fakta-fakta valid lain di luar investigasi internal mereka. "Kami siap berkoordinasi dengan pihak mana pun untuk menindaklanjuti tujuan pendidikan dengan menerapkan zero bullying di Fakultas Kedokteran (FK) Undip," ujar Utami.
Merespons kematian ARL, Kemenkes diketahui telah menangguhkan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi. Penangguhan bakal berlangsung hingga adanya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabakan oleh Fakultas Kedokteran Undip dan RSUP Dr.Kariadi.