Rabu 21 Aug 2024 15:56 WIB

Hasan Nasbi: Pemerintah Hormati Putusan MK

DPR sepakat syarat usia calon kepala daerah minimal 30 tahun dihitung saat pelantikan

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.
Foto: Antara/Mentari Dwi Gayati
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan, pemerintah menghormati semua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan syarat calon kepala daerah. Hasan menanggapi pertanyaan mengenai perbedaan antara keputusan MK dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"Dari pihak pemerintah, kami menghormati apa pun yang menjadi putusan MK. Tidak ada sikap lain selain menghormati putusan MK," ujar Nasbi di kompleks Istana Kepresidenan RI, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).

Baca Juga

Keputusan yang dimaksud adalah putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah pada pilkada, serta putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah yang diambil saat penetapan oleh KPU.

Hasan merujuk Pasal 7 ayat (2) huruf e putusan MK mengatur syarat usia untuk pencalonan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota. Bunyi huruf e dalam pasal tersebut adalah berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota.

DPR sepakat syarat usia calon kepala daerah minimal 30 tahun dihitung saat pelantikan pasangan calon. Hal berdasarkan hasil rapat panja revisi UU Pilkada yang menolak untuk mengakomodasi putusan MK.

Menurut Nasbi, meskipun terdapat perbedaan waktu penetapan batas usia calon kepala daerah antara putusan MK dan keputusan MA, pemerintah memilih untuk tidak berkomentar lebih lanjut tentang detail RUU Pilkada yang sedang dibahas.

"Rancangan undang-undang ini 'kan inisiatif DPR, kalau tidak salah pada bulan November 2023 mereka sudah mengajukan inisiatif untuk membahas RUU Pilkada. Kalau tidak salah juga, pada bulan Januari surpres sudah keluar agar undang-undang itu bisa dibahas. Pada bulan Januari 2024," kata Nasbi.

Dia menjelaskan, pemerintah menghormati hak DPR untuk membentuk undang-undang, meskipun ada putusan dari lembaga yudikatif seperti MK dan MA. Hasan pun meminta media jangan berprasangka macam-macam dahulu.

"Kan sidangnya live ya, teman-teman bisa lihat live, sidang-sidang di DPR itu apakah kemudian mereka mengakomodasi keputusan lembaga-lembaga tinggi negara tadi atau tidak? Apakah mereka sejalan dengan keputusan lembaga-lembaga negara tadi atau tidak?" katanya.

Jika putusan lembaga-lembaga negara tidak diakomodasi dalam RUU Pilkada, Hasan memperkirakan akan terjadi sengketa aturan. "Kalau tidak diakomodasi, tentu akan terjadi dispute terkait aturan," ujar Hasan.

Dia pun mengajak seluruh pihak untuk menghormati hak dari masing-masing pihak yang menerbitkan aturan. Seluruh sengketa akan ditangani melalui kamar yudikatif yang kemudian menjalankan kewenangannya.

"Seperti MK misalnya, juga menjalankan kewenangannya untuk mereviu atau membahas permohonan masyarakat yang ingin judicial review, dan mereka sudah mengeluarkan putusan," kata Hasan.

Menurut Hasan, pemerintah juga akan menghormati dan mengikuti undang-undang yang disahkan oleh DPR. "Pemerintah tugasnya menjalankan undang-undang yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang," ucap Hasan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement