REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Jabodetabek Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghentikan kegiatan operasional 11 perusahaan yang melakukan pencemaran udara. Belasan perusahaan yang ditindak itu terbukti melakukan pencemaran berupa pembakaran limbah B3 secara terbuka hingga melakukan pembakaran sampah domestik dan plastik.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK sekaligus Ketua Tim Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Jabodetabek Rasio Ridho Sani mengatakan, penindakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek. “Kami tegaskan bahwa penegakan hukum akan dilakukan apabila ditemukan pelanggaran-pelanggaran terkait kewajiban perusahaan dalam mengendalikan pencemaran udara,” kata Rasio dalam konferensi pers di kantor KLHK, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Rasio menjelaskan, KLHK telah menugaskan pengawas lingkungan hidup untuk terus melakukan pengawasan langsung terhadap kegiatan/usaha yang terindikasi melanggar atau menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara. Rasio memerintahkan pengawas untuk menghentikan langsung kegiatan yang melanggar atau menimbulkan pencemaran. Langkah penghentian ini harus dilakukan agar usaha/kegiatan tersebut tidak berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Tim Pengawas yang bertugas di lapangan didukung oleh Penyidik KLHK. Apabila terindikasi terjadinya tindak pidana di bidang lingkungan, maka akan dilakukan penegakan hukum pidana, termasuk dilakukan juga gugatan ganti kerugian lingkungan hidup.
“Tindakan tegas mulai dari penghentian kegiatan/usaha, sanksi administratif termasuk pencabutan izin, penegakan hukum pidana, serta gugatan perdata ganti kerugian lingkungan akan kami lakukan,” kata Rasio.
Rasio mengingatkan bahwa ancaman pidana bagi kegiatan/usaha yang mencemari lingkungan sangat berat, yakni ancaman pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 12 miliar sesuai Pasal 98 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun jika dilakukan korporasi, maka juga dapat dikenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan pemulihan lingkungan.
“Langkah hukum tegas harus dilakukan agar ada efek era dan keadilan. Langkah hukum ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan usana/kegiatan sehingga dapat meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek,” ucap Rasio.
Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Ardyanto Nugroho mengatakan, KLHK sepanjang tahun ini telah melakukan pengawasan terhadap 51 pelaku usaha atau perusahaan. Dari 51 perusahaan yang telah diperiksa oleh Pengawas Lingkungan Hidup, hanya tiga yang taat. Sisanya atau mayoritas melakukan pelanggaran.
“Adapun dari 51 perusahaan tersebut, sebanyak 11 perusahaan sudah dihentikan kegiatan operasionalnya dan kita lakukan pemasangan segel,” kata Ardyanto.
Ardyanto mengungkapkan, belasan perusahaan yang disegel tersebut terbukti melakukan pelanggaran berat dalam pencemaran udara. Dia mencontohkan, PT MMLN yang berlokasi di Tangerang, melakukan pembakaran limbah B3 secara open burning. Kemudian, PT III di Kabupaten Bekasi ditemukan bahwa alat pengendali pencemaran udara di perusahaan itu tidak berfungsi secara optimal.
Beberapa contoh pelanggaran yang dilakukan perusahaan lainnya, antara lain, melakukan open dumping limbah B3, menerima limbah B3 di luar izin, sumber emisi tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan, hingga furnace peleburan logam tidak dilengkapi dengan cerobong dan alat pengendali.
Ardyanto mengatakan, upaya serupa juga telah dilakukan pada 2023. Tahun lalu, KLHK telah melakukan pengawasan dan penghentian 29 usaha/kegiatan. Sebanyak 96 lokasi pembakaran sampah terbuka oleh masyarakat juga dihentikan.