Rabu 21 Aug 2024 17:51 WIB

Ketika Rasulullah Ditanya, Allah Jauh atau Dekat

Nabi Muhammad SAW ditanya seseorang, apakah Allah jauh atau dekat?

Lentera yang menyala dan disusun sedemikian rupa menampilkan lafaz Allah.
Foto: Antara/Rony Muharrman
Lentera yang menyala dan disusun sedemikian rupa menampilkan lafaz Allah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu hari, seorang Arab pegunungan (badui) meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW kemudian menerimanya. Setelah itu, si badui bertanya, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku, apakah Tuhan kita jauh atau dekat?"

Mendengar pertanyaan itu, Nabi SAW diam sejenak. Beliau kemudian bertanya balik kepada si badui.

Baca Juga

"Apa maksudmu dengan pertanyaan itu?"

"Begini, ya Rasulullah," jawab dia, "Kalau Tuhan itu dekat, aku cukup berdoa dengan suara berbisik kepada-Nya. Akan tetapi, bila Tuhan itu jauh, aku akan berteriak dengan suara keras saat berdoa kepada-Nya."

Rasul SAW pun kembali terdiam. Inilah salah satu contoh teladan Nabi SAW, yakni hendaknya tidak terburu-buru menjawab pertanyaan, apalagi tanpa adanya petunjuk. Dalam hal ini, beliau ingin menjawab, tetapi dengan kata-kata yang sampai pada daya tangkap si badui.

Kemudian, turunlah wahyu kepada Nabi SAW. "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran" (QS. al-Baqarah [2]:186).

Adab berdoa

Ayat di atas juga menunjukkan, adanya adab dalam berdoa. Pertama, keyakinan bahwa Allah SWT itu dekat, yang ditandai rasa percaya bahwa Ia mendengar dan akan mengabulkan doanya. Kedua, istikamah dalam melaksanakan ketaatan yang telah Allah perintahkan. Sedangkan yang ketiga, keteguhan iman kepada Allah SWT.

Di samping itu, tentu harus mengetahui waktu-waktu dan tempat dikabulkannya doa. Sebagai contoh, seperti dijelaskan Nabi SAW, bulan suci Ramadhan termasuk di antara waktu-waktu diijabahnya doa seorang mukmin.

Menurut Azzajjaaj, sekurang-kurangnya doa itu mengandungi tiga substansi, yaitu menyatakan keesaan (tauhid) dan pujian (tsana) kepada Allah. Kedua memohon maaf, ampunan, rahmat dan apa-apa yang mendekatkan diri kepada Allah SWT atau jalan menuju keridhaan dan surgaNya. Ketiga, memohon kebaikan atau kebahagiaan di dunia, seperti rezeki yang halal, anak yang sholeh, kesehatan dan yang seumpamanya.

Namun dalam berdoa, di samping memohon kebaikan untuk diri sendiri, seyogyanya kita juga meminta kepada Allah SWT agar memberikan kebaikan dan kebahagiaan kepada orang lain. Khususnya ahli keluarga, tetangga dan saudara-saudara seiman dan seakidah di penjuru dunia yang sedang menghadapi kesulitan hidup.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement