Rabu 21 Aug 2024 19:13 WIB

Larangan Ritual Yahudi di Al-Aqsa, Penantian Sapi Merah, dan Keberanian Ottoman

Ottoman bersikap tegas terhadap aturan ibadah Yahudi di Al Aqsa

Ilustrasi Masjid Al-Aqsa. Ottoman bersikap tegas terhadap aturan ibadah Yahudi di Al Aqsa
Foto: AP Photo/Leo Correa
Ilustrasi Masjid Al-Aqsa. Ottoman bersikap tegas terhadap aturan ibadah Yahudi di Al Aqsa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Penyerangan oleh pemukim ultranasionalis Israel ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki telah menjadi pemandangan yang semakin sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir, yang secara teratur memprovokasi warga Palestina dan Muslim di seluruh dunia.

Kompleks Masjid Al-Aqsa, yang juga dikenal sebagai al-Haram al-Sharif, terletak di dataran tinggi yang oleh orang Yahudi disebut sebagai Temple Mount.

Baca Juga

Ibadah bagi umat Yahudi di halaman masjid telah dilarang selama berabad-abad, termasuk oleh beberapa pemerintahan Israel, dan sangat kontroversial di kalangan umat Muslim dan Yahudi.

Dikutip dari middleeasteye, Rabu (21/8/2024) Bagi umat Yahudi yang religius, Temple Mount adalah situs tersuci dalam agama Yahudi. Tempat ini diyakini sebagai lokasi dua kuil yang pernah menjadi pusat kerajaan Yahudi yang ada pada zaman kuno, menurut kitab suci dan studi arkeologi.

Satu-satunya bagian yang tersisa dari Bait Suci Kedua, yang dimulai oleh Herodes Agung dan dihancurkan oleh Romawi pada 70 Masehi sebagai pembalasan atas pemberontakan Yahudi, adalah Tembok Barat, yang merupakan tempat tersuci untuk berdoa bagi umat Yahudi di kota ini.

Di puncak bukit terdapat Masjid Al-Aqsa yang luas, sebuah kompleks yang terdiri dari halaman, aula dan tempat ibadah, termasuk Kubah Batu yang beratap emas. Masjid ini merupakan salah satu situs tersuci dalam Islam.

Kekaisaran Ottoman merebut Yerusalem pada 1517 dan akan menguasai kota ini selama 400 tahun ke depan, sebelum Inggris merebut kota ini selama Perang Dunia Pertama.

photo
Provokasi Israel di Kompleks Masjid al-Aqsa - (Republika)

Penguasa Ottoman berusaha keras untuk mencegah bentrokan sektarian di kota itu - tidak hanya antara Yahudi dan Muslim, tetapi juga di antara berbagai sekte Kristen yang mengklaim otoritas atas situs-situs suci, dan mengeluarkan sejumlah maklumat yang menetapkan bagaimana kontrol kota akan dibagi.

BACA JUGA: 11 Kondisi Sebenarnya Perekonomian Israel Akibat Perangi Gaza yang Ditutup-tutupi

Pada 1757, Sultan Osman III mengeluarkan sebuah dekrit yang menetapkan apa yang kemudian dikenal sebagai “Status Quo”.

Selain berusaha mencegah pertikaian antar-komunal di antara umat Kristen atas situs-situs seperti Gereja Makam Kudus, Status Quo juga menegaskan kembali larangan bagi non-Muslim untuk memasuki Al-Aqsa dan hak bagi umat Yahudi untuk menggunakan Tembok Barat untuk berdoa.

Kepala Rabi..

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement