Kamis 22 Aug 2024 07:40 WIB

Revisi RUU Pilkada Dinilai Jadi Praktik Pembegalan Demokrasi

ILUNI FHUI menilai ada fenomena mencederai sistem hukum nasional.

Red: Indira Rezkisari
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas (kanan) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (keempat kanan), bersama Wakil Ketua Badan Legislasi DPR yang juga pimpinan rapat Achmad Baidowi (kedua kanan), dan perwakilan fraksi yang menyetujui RUU melambaikan tangan usai menandatangani naksah persetujuan RUU Pilkada dalam rapat pengambilan keputusan pembahasan RUU Pilkada antara Baleg DPR dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Badan Legislasi DPR mengesahkan Revisi Undang - Undang (RUU) Pilkada dibawa ke rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU, dimana sebanyak delapan Fraksi DPR menyetujui RUU Pilkada dan hanya Fraksi PDI Perjuangan yang tak sependapat RUU tersebut dibawa ke Rapat Paripurna.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas (kanan) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (keempat kanan), bersama Wakil Ketua Badan Legislasi DPR yang juga pimpinan rapat Achmad Baidowi (kedua kanan), dan perwakilan fraksi yang menyetujui RUU melambaikan tangan usai menandatangani naksah persetujuan RUU Pilkada dalam rapat pengambilan keputusan pembahasan RUU Pilkada antara Baleg DPR dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Badan Legislasi DPR mengesahkan Revisi Undang - Undang (RUU) Pilkada dibawa ke rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU, dimana sebanyak delapan Fraksi DPR menyetujui RUU Pilkada dan hanya Fraksi PDI Perjuangan yang tak sependapat RUU tersebut dibawa ke Rapat Paripurna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) menegaskan pentingnya menjaga supremasi hukum. Pernyataan ini muncul usai adanya praktik pembegalan demokrasi dan pertunjukan akrobat dalam proses revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang secara spontan bisa disepakati hanya dalam hitungan jam pasca diputuskannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60/PUU-XXII/2024. ILUNI FUI menilai upaya tersebut merupakan fenomena nyata bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah mencederai sistem hukum nasional.

Ketua Umum ILUNI FHUI Rapin Mudiardjo mengatakan mengajukan protes keras. "Protes yang ILUNI FHUI layangkan ini bukan sekedar ketidakpuasan atas persiapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Tetapi ini adalah bentuk kepedulian sekaligus kekhawatiran ILUNI FHUI atas maraknya rangkaian peristiwa yang mengoyak-ngoyak sistem hukum demi kepentingan politik kelompok tertentu," katanya, dikutip dari siaran pers, Kamis (22/8/2024).

Baca Juga

Atas pertimbangan tersebut, ILUNI FHUI menyampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian yakni sebagai berikut. Pertama, menuntut DPR dan Pemerintah selaku penyusun revisi UU Pilkada, mengedepankan materi dan norma yang terdapat dalam Putusan MK No 60/PUU-XXII/2024.

Kedua, nendesak DPR dan Pemerintah agar tidak lagi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada yang dilaksanakan secara sembrono demi kepentingan politik golongan tertentu jelang Pilkada 2024. Ketiga, mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar selaras dengan norma-norma dalam Putusan MK No 60/PUU-XXII/2024 dengan tetap mengedepankan prinsip ketertiban umum.