Kamis 22 Aug 2024 16:25 WIB

Megawati Heran DPR Ugal-ugalan, Tegaskan Putusan MK Final dan Mengikat

Megawati sebut aksi massa demonstrasi UU Pilkada karena hati nurani rakyat gelisah.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP gelombang kedua di kantor pusat PDIP, Kamis (22/8/2024).
Foto: Rizky Suryarandika
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP gelombang kedua di kantor pusat PDIP, Kamis (22/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menanggapi aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada. Megawati menyebut aksi tersebut murni terjadi karena hati nurani rakyat gelisah atas kondisi demokrasi saat ini. 

Hal itu disampaikan Mega ketika mengumumkan 169 bakal calon kepala daerah yang diusung di Pilkada Serentak 2024 secara hybrid di Kantor DPP PDIP, di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

 

"Ini kan hati nurani mulai bergerak, tapi kita melihat demokrasi menjadi apa ya," kata Mega dalam pidatonya, Kamis (22/8).

 

Megawati menyadari aksi tersebut terjadi sebagai protes rakyat terhadap ulah DPR RI. DPR dianggap tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang Pilkada karena malah melakukan revisi. Mega mengingatkan kekuatan putusan MK mestinya diketahui DPR.  "Keputusan MK itu final dan mengikat," ujar Mega. 

 

Oleh karena itu, Mega heran terhadap DPR yang malah bertindak ugal-ugalan. Mega merasa DPR selaku wakil rakyat mestinya mematuhi putusan MK. "Ini urusan di DPR, ini DPR benar opo yo. Ini opo toh yo," ujar Megawati.

 

Dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan pemaknaan terhadap Pasal 7 Ayat (2) Huruf e UU No 10/2016  yang mengatur syarat usia minimal calon kepala daerah 30 tahun untuk gubernur-wakilnya serta 25 tahun untuk bupati-wakilnya dan wali kota wakilnya.

 

Dalam putusan tersebut, MK menyatakan, titik penghitungan usia minimal dilakukan sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bukan saat pelantikan seperti diputus oleh Mahkamah Agung pada 29 Mei 2024. 

 

Selain itu, Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait dengan ambang batas pencalonan oleh partai politik dimana MK mengatakan bahwa syarat pencalonan kepala daerah tidak lagi menggunakan persentase 20% kursi DPRD atau 25% suara sah pemilu legislatif.

 

MK menegaskan syarat pencalonan kepala daerah yang besarannya mengikuti besaran persentase  untuk pemenuhan syarat calon perseorangan di pilkada, sesuai dengan rentang daftar pemilih pada tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota. 

 

Tapi putusan ini dilawan DPR. DPR bersikukuh menerapkan aturan yang berpihak pada kepentingan Jokowi dan keluarganya. Setelah muncul aksi massa, DPR memilih menunda pengesahan RUU Pilkada. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement