REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah studi baru memperingatkan bahwa kematian akibat cuaca panas ekstrem di Eropa diperkirakan melonjak tajam dalam beberapa dekade mendatang. Ini berpotensi menambah 55.000 kematian setiap tahunnya pada 2100.
Keadaan itu bisa terjadi jika tidak ada tindakan signifikan dalam memerangi perubahan iklim, menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Public Health pada Kamis (22/8/2024).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan itu akan menandai kenaikan 13,5 persen pada kematian terkait suhu. Gambaran itu jauh berbeda dibandingkan dengan jumlah kematian terkait cuaca dingin, yang diperkirakan menurun.
Saat ini, suhu ekstrem di Eropa menyebabkan sekitar 407.500 kematian setiap tahun. Suhu dingin menjadi penyebab utamanya.
Antara 1991 dan 2020, rata-rata terjadi 364.000 kematian setiap tahun akibat cuaca dingin, sedangkan cuaca panas menyebabkan 44.000 kematian.
Kematian akibat cuaca dingin secara historis lebih tinggi di Eropa bagian timur, sementara Eropa selatan mengalami lebih banyak kematian akibat cuaca panas ekstrem.
Namun, kecenderungan itu diperkirakan akan berbalik seiring dengan pemanasan Bumi yang terus berlanjut.
Studi tersebut menyoroti bahwa Eropa selatan dan wilayah-wilayah yang banyak berpenduduk lanjut usia akan menjadi yang paling rentan terhadap frekuensi gelombang panas yang mematikan.