Dalam dunia ekonomi, ada banyak sekali faktor yang mungkin memengaruhi kondisi dan pertumbuhannya. Jika tidak tepat mengambil langkah untuk mengantisipasinya, kemungkinan besar kondisi ekonomi akan menjadi tidak sehat dan berantakan, hingga mampu membawa dampak buruk terhadap finansial masyarakat secara umum.
Cara dan strategi untuk menangani permasalahan ekonomi di dunia pun bisa dibilang sangat beragam dengan peran serta manfaat yang berbeda-beda. Berbicara soal cara untuk mengatasi masalah ekonomi, pernahkah kamu mendengar tentang strategi yang disebut sebagai tapering?
Karena termasuk sebagai salah satu upaya baru dalam penanganan masalah ekonomi, secara khusus meredam laju dari inflasi, mungkin masih belum banyak orang yang memahami maksud dari istilah tersebut. Nah, agar mampu menambah wawasanmu di dunia ekonomi dan finansial, yuk cari tahu apa pengertian tapering, cara kerja, hingga dampaknya dalam dunia investasi seperti yang terangkum di bawah ini.
Baca Juga: Reksa Dana Obligasi: Pengertian, Keuntungan, Kelemahan, dan Cara Kerjanya
Pengertian Tapering
Pada dasarnya, istilah tapering mengacu pada pengurangan atau penghentian suatu program yang dilakukan pihak bank sentral. Tujuannya untuk mengatur atau mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat agar kondisi finansial dan ekonomi menjadi lebih terjaga. Sementara itu, istilah ini juga bisa diartikan sebagai sebuah kebijakan yang mempunyai dampak berupa penekanan atau penurunan aset pada suatu pasar finansial.
Pada prosesnya, tapering dilakukan oleh sebuah lembaga milik pemerintah jika program stimulus atau subsidi yang dijalankannya berhasil dan telah memberi dampak sesuai yang diharapkan. Salah satu contoh program yang cukup sering dilakukan pemerintah di sejumlah negara terkait tapering ialah quantitative easing.
Secara umum, maksud dari quantitative easing adalah kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh pihak bank sentral. Tujuannya agar meningkatkan kondisi ekonomi di sebuah negara. Caranya pun cukup beragam, mulai dari membeli asset backed securities atau aset efek beragun seperti KPR dan kartu kredit.
Nah, saat quantitative easing tersebut dianggap berhasil, maka proses tapering pun akan langsung dilakukan. Dengan begitu, efek peningkatan kondisi ekonomi di sebuah negara bisa dianggap telah mencapai hasil sesuai perkiraan.
Pada konteks tertentu, quantitative easing kerap diidentikkan dengan kebijakan dari The Fed alias bank sentral Amerika Serikat guna mengakselerasi laju perbaikan ekonomi di sana akibat hantaman resesi atau krisis. Hal tersebut dilakukan dengan cara memberi insentif atau uang pada masyarakat melalui pembelian obligasi dengan rutin tiap bulan.
Melalui pembelian obligasi berjangka panjang, perbankan dan korporasi mempunyai dana segar agar bisa diputarkan. Produk obligasi yang dipilih biasanya berupa surat utang dari pemerintahan ataupun obligasi kredit rumah. Dampaknya, dana segar yang didapat dari hasil penjualan tersebut menjadi stimulus ekonomi bagi negara tersebut agar mampu bangkit dari resesi.
Pada prinsip ekonomi, apabila suplai uang kian kencang, artinya inflasi bisa meninggi dan melemahkan nilai tukar uang. Imbasnya, bank sentral merasa perlu menekan pembelian obligasi agar mempersiapkan stabilitas pertumbuhan perekonomian. Pengurangan atau penghentian pembelian itulah yang disebut sebagai tapering.
Cara Kerja Kebijakan Tapering
Tapering sebenarnya merupakan pasangan kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral guna meredam laju inflasi. Hal tersebut dilakukan dengan cara menurunkan tingkat suku bunga acuannya.
Ketika inflasi terjadi, bank sentral pasti akan meningkatkan tingkat suku bunga acuan. Langkah tersebut dilakukan dengan asumsi masyarakat bakal lebih memilih untuk menyimpan uangnya di tabungan karena mampu meraih potensi keuntungan lebih besar dibanding membelanjakannya. Pasalnya, tingkat inflasi bakal menjadi lebih buruk apabila tingkat konsumsi masyarakat tak dibendung dengan cara yang tepat.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kebijakan tapering ini dilakukan setelah bank sentral menjalankan kebijakan moneter berupa quantitative easing. Tujuannya tidak lain untuk menekan kebijakan moneter yang telah dilakukannya tersebut ketika dirasa sudah memberi hasil sesuai keinginan.
Baca Juga: Saham Harian: Cara Kerja Hingga Tips Tradingnya Biar Cuan" href="https://www.cermati.com/artikel/trading-saham-harian-cara-kerja-hingga-tips-tradingnya-biar-cuan" target="_blank">Trading Saham Harian: Cara Kerja Hingga Tips Tradingnya Biar Cuan
Rekam Jejak Pengambilan Kebijakan Tapering
Kebijakan tapering sebenarnya telah beberapa kali dilakukan oleh The Fed. Kebijakan tersebut pertama kali dilakukan di tahun 2013 silam pasca otoritas moneter itu mengantongi dana 4,5 miliar dolar Amerika Serikat dengan bentuk surat utang. Akan tetapi, kebijakan tersebut malah membuat kondisi pasar berantakan.
Pasalnya, pada saat itu pasar modal Amerika Serikat tengah didominasi oleh investor asing. Alhasil, imbas dari kebijakan tapering tersebut, para investor tersebut menarik modal yang telah ditanamkannya dan membawanya kembali ke negaranya masing-masing dan membuat nilai saham gabungan AS kala itu anjlok.
Berdasarkan data, rerata modal asing yang dilepas dari pasar modal dalam sehari mencapai 2,7 triliun rupiah. Hal tersebut kemudian diperparah dengan nilai uang dolar yang semakin kuat mengungguli nilai rupiah.
Lalu, imbas dari kebijakan tapering juga pernah muncul kembali di tahun 2021. Saat itu, tidak sedikit pihak yang memprediksi jika bank sentral Amerika Serikat atau The Fed akan kembali melakukan kebijakan moneter serupa pasca melonggarkan aturan selama pandemi virus Korona.
Dampak dari kebijakan tapering, bahkan yang masih berupa rencana membuat beberapa pihak panik, khususnya pemerintah serta pelaku bisnis di sejumlah belahan dunia, termasuk Indonesia. Mereka ketar-ketir karena khawatir situasi atau masalah yang sama terulang kembali sehingga secara preemptive mengambil langkah untuk mengantisipasi kemungkinan diambilnya kebijakan moneter tersebut.
Kebijakan Tapering vs Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Janet Yellen, selaku Menteri Keuangan di Amerika Serikat mencetuskan pendekatan yang berbeda pada cara mengatasi tingginya tingkat inflasi di negara tersebut. Ia mengusulkan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya saja. Yellen menjelaskan jika kebijakan tapering merupakan metode yang sebaiknya diikuti pula dengan normalisasi dari suku bunga karena era rendahnya suku bunga telah berlangsung selama 1 dekade.
Tak seperti saat ia menjabat posisi ketua dari The Fed di mana Yellen selalu waspada ketika menyampaikan pendapatnya, opsi meningkatkan suku bunga tersebut disampaikannya dengan lugas. Hal tersebut tentu saja memunculkan banyak reaksi khawatir dari pasar terkait risiko kehilangan investasi asing apabila alternatif yang dikemukakan oleh Yellen tersebut berlaku.
Guna mengantisipasi risiko kepanikan tersebut, Jerome Powell yang merupakan ketua dari The Fed kala itu setelah menggantikan Yellen menjamin jika otoritasnya tak akan atau belum mencabut stimulus pada pasar. Apabila kebijakan tapering saja mampu memicu masalah taper tantrum, The Fed khawatir jika mengakhiri kebijakan suku bunga mendekati 0 bakal berimbas jauh lebih buruk lagi dari tragedi ekonomi tersebut.
Dampak Tapering di Dunia Investasi
Hingga saat ini, kita mengenal beragam jenis instrumen investasi yang kerap dipilih oleh investor, beberapa di antaranya adalah saham, forex, dan crypto. Pada penerapannya, kebijakan tapering dianggap mempunyai dampak berbeda terhadap instrumen investasi itu, antara lain:
Dampak Terhadap Investasi Saham | Dampak Terhadap Investasi Forex | Dampak Terhadap Investasi Crypto |
Seorang peneliti pasar finansial berpendapat jika peningkatan suku bunga imbas dari tapering secara umum bakal membuat nilai serta dividen saham menjadi lebih rendah.
Walaupun begitu, kenaikan dari tingkat suku bunga dianggap justru mampu meningkatkan kinerja dari saham S&P 500 untuk menjadi jauh lebih baik lagi.
|
Sementara itu, pada instrumen forex atau foreign exchange, dampak dari tapering dianggap bakal terlihat bergantung dari sejak kapan kebijakan tersebut mulai diterapkan.
Jika kebijakan tersebut diumumkan hanya di sebuah negara, sementara negara lainnya tak ikut menerapkan tapering, artinya pasar forex bisa sangat terdampak.
Di sisi lain, jika kebijakan tersebut dilakukan serentak dan bersamaan oleh banyak negara sekaligus, harga forex secara umum akan tetap stabil.
Tingkat fluktuasi yang rendah tersebut akhirnya hanya sedikit memberi dampak negatif dan tergolong lebih mudah untuk ditoleransi oleh investor.
|
Sedangkan pada crypto, menurut salah satu pakarnya, dampak dari kebijakan tapering terhadap instrumen tersebut tak akan terlalu terlihat.
Kabar terkait wacana tapering bisa saja tak memengaruhi kegiatan atau efek tertentu pada pasar crypto.
Bahkan, ketika kebijakan moneter tersebut diambil, kondisi pasar serta ekuitasnya akan tetap stabil dan tak terlalu banyak terpengaruh.
|
Tetap Pertahankan Sikap Antisipatif Menanggapi Kebijakan Tapering
Itulah penjelasan tentang apa itu tapering, cara kerja, contoh, hingga dampaknya pada sejumlah instrumen investasi. Intinya, tapering merupakan kebijakan moneter yang dinilai cukup efektif untuk mengantisipasi masalah inflasi, walaupun secara umum masih mungkin menimbulkan beragam dampak negatif. Yang terpenting, tetap pertahankan sikap antisipatif terhadap risiko dampak dari kebijakan ini agar mampu mengambil langkah finansial yang terbaik dan efektif.
Baca Juga: Apa Itu Pig Butchering Scam? Modus Penipuan yang Tengah Mengancam Investor Crypto