Jumat 23 Aug 2024 16:21 WIB

Risiko Besar Menanti KPU Jika tak Patuhi Putusan MK, Ini Penjelasan Dosen UGM

Ketidakpatuhan KPU bisa menyebabkan Pilkada gagal.

Rep: Bambang Noroyono/Bayu/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah mahasiswa membawa spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di bawah jembatan layang Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (22/8/2024). Aksi gabungan yang diikuti ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas itu untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dilakukan DPR RI sekaligus mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas dalam pilkada.
Foto: ANTARA FOTO/Arnas Padda
Sejumlah mahasiswa membawa spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di bawah jembatan layang Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (22/8/2024). Aksi gabungan yang diikuti ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas itu untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dilakukan DPR RI sekaligus mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas dalam pilkada.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Risiko bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika tak menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/2024 dan 70/2024 sebagai pedoman dalam pendaftaran calon kepala daerah (cakada) untuk Pilkada 2024 dinilai cukup besar.

Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Yance Arizona mengatakan, penyelenggara pemilu itu bakal kerepotan menjadi objek sengketa kepemiluan oleh banyak pihak jika mengabaikan putusan hakim konstitusi tentang ambang batas baru dan syarat usia cakada saat pencalonan. 

Baca Juga

Bahkan, kata Yance, keengganan KPU dalam mengadopsi putusan MK di dalam PKPU-nya, bisa menggagalkan pilkada itu sendiri. “Kalau KPU tidak melakukan perubahan PKPU (8/2024), dan misalkan nanti minggu depan sudah mulai pembukaan pendaftaran calon kepala daerah, yang diusung oleh partai politik, atau gabungan partai politik mengacu pada putusan MK 60 itu, lalu ditolak oleh KPU. Dan ada calon kepala daerah yang mendaftar tetapi tidak sesuai dengan putusan MK 70 itu, lalu diterima oleh KPU, maka itu akan merepotkan sendiri bagi KPU. Itu potensial bisa menjadikan KPU sebagai objek sengekata lagi di MK” begitu kata Yance saat dihubungi, dari Jakarta, Jumat (23/8/2024).

“Bahkan pilkadanya bisa diulang,” kata Yance.