REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus pembunuhan Vina Cirebon menjadi inspirasi 15 orang di Yogyakarta untuk membuat skenario pembunuhan seolah-olah seperti kecelakaan. Mereka menganiaya warga Pandeyan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta berinisial F (30 tahun) hingga meninggal dunia pada 19 Agustus 2024.
Polresta Yogyakarta menetapkan 15 orang sebagai tersangka terkait penganiayaan tersebut. Meski begitu, polisi baru menangkap sembilan tersangka. Enam tersangka lainnya hingga saat ini masih buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO).
Sembilan tersangka yang sudah ditangkap berinisial GRS (45 tahun), YA (38 tahun), SP (43 tahun), SA (29 tahun), RA (27 tahun), NG (31 tahun), YD (24 tahun), FA (28 tahun), AD (25 tahun). Untuk enam orang yang masih buron yakni DN, WS, EW, LZ, GL, dan DT
Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta, AKP Probo Satrio menjelaskan, para tersangka membuat skenario seolah-olah korban mengalami kecelakaan lalu lintas. Modus para tersangka tersebut terinspirasi dari kasus pembunuhan Vina di Cirebon, Jawa Barat.
“(Tersangka) Membuat skenario terinspirasi oleh kasusnya Vina, mereka ini. Mereka melihat televisi, dan terinspirasi kasusnya Vina Cirebon,” kata Probo di Mapolresta Yogyakarta, Jumat (23/8/2024).
Korban meninggal pada 19 Agustus setelah sempat mendapatkan perawatan di RS Bethesda Lempuyawangi. kematian korban dikarenakan adanya kekerasan benda tumpul di kepala sehingga menyebabkan pendarahan di atas dan di bawah selaput keras, serta di dalam otak.
Probo menjelaskan, awalnya korban dalam keadaan kritis diantar oleh orang tidak dikenal ke RS Bethesda Lempuyawangi. Para pelaku menyebut F merupakan korban kecelakaan lalu lintas pada 17 Agustus 2024 di kawasan Embung Langensari Yogyakarta.
Ayah korban yakni M pun mendapatkan informasi terkait keadaan anaknya langsung menuju RS Bethesda. Dokter piket IGD RS Bethesda pun menerangkan kepada M terkait anaknya yang diantar oleh orang tidak dikenal.
“Pelapor (ayah korban) juga diberitahu (dokter piket IGD) bahwa handphone milik korban tidak ada,” ucap Probo.
Pada 18 Agustus, korban dipindahkan dari ruang IGD ke ruang ICU. Saat itu M juga mendapat penjelasan dari dokter RS Bethesda bahwa korban mengalami luka pukulan benda tumpul di bagian kepala belakang sebelah kiri, dan ada bekas sulutan rokok di wajah.
Hal ini membuat M curiga bahwa yang dialami anaknya bukan kecelakaan, melainkan dianiaya. Akhirnya M memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
“Pelapor membuat pengaduan di Polsek Gondokusuman karena info awal TKP (kecelakaan) di Embung Langensari, dan setelah dilakukan di TKP tidak ada kejadian kecelakaan lalu lintas. Kemudian pelapor melaporkan ke Polresta Yogyakarta untuk penyelidikan lebih lanjut,” jelasnya.
Probo menjelaskan, dari pengaduan M, petugas gabungan Polsek Gondokusuman dan Polresta Yogyakarta melakukan olah TKP yang diduga menjadi tempat kejadian kecelakaan lalu lintas. Di TKP, didapat info dari saksi bahwa tidak ada kecelakaan dan juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda bekas kecelakaan.
“Dan hasil pemeriksaan CCTV sekitar juga tidak ditemukan adanya tandanya kecelakaan. Petugas juga menemukan kendaraan korban di parkiran RS Bethesda Lempuyangwangi, dimana dari hasil analisa kerusakan kendaraan, kerusakan tersebut bukan karena kecelakaan lalu lintas,” katanya.
Dari olah TKP dan informasi yang didapatkan polisi, disimpulkan bahwa korban bukan merupakan korban kecelakaan lalu lintas, melainkan korban penganiayaan. Polisi juga berhasil mendapatkan rekaman CCTV RS Bethesda Lempuyangwangi ketika korban dibawa ke masuk IGD.
Dari CCTV rumah sakit, diketahui identitas tersangka yang membawa korban ke rumah sakit yakni GRS. Dari GRS, polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut hingga akhirnya didapatkan identitas tersangka lainnya.