REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesederhanaan adalah salah satu hal yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW kepada seluruh manusia, khususnya kaum Muslimin. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Umar bin Khaththab pernah menangis terharu. Sebab, sahabat bergelar al-Faruq itu melihat alas tidur Rasulullah SAW yang begitu kasar. Sedemikian kasarnya sampai-sampai meninggalkan bekas pada tubuh baginda shalallahu 'alaihi wasallam.
Saat Rasulullah SAW bertanya kepadanya, Umar menjawab bahwa kaisar Roma dan penguasa Persia tidur di atas ranjang yang terbuat dari emas dan kain sutra halus, sedangkan utusan Allah hanya beralas mantel kasar.
Riwayat lainnya berasal dari tuturan seorang istri beliau, Hafshah binti Umar bin Khaththab. Putri al-Faruq itu suatu kali ditanya perihal alas tidur Rasulullah SAW.
Dijelaskannya bahwa alas tidur suaminya itu adalah kain wol kasar yang dilipat dua. “Suatu malam, tebersit di benakku untuk melipatnya menjadi empat. Ternyata paginya beliau (Rasulullah SAW) bertanya, ‘Apa yang kau jadikan alas tidurku tadi malam?’ Aku menjawab, ‘Itu adalah alas tidurmu. Hanya saja tadi malam aku lipat menjadi empat. Aku pikir, itu akan lebih nyaman untukmu.’ Lalu beliau bersabda, ‘Kembalikan lagi kepada keadaannya semula (dilipat menjadi dua). Ketahuilah, kenyamanannya telah menghambatku (mendirikan) shalat tadi malam.”
Rasulullah SAW menjadi guru yang paling agung karena tidak sekadar mengajarkan konsep-konsep abstrak mengenai kebaikan, melainkan juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Perkataan dan perbuatan seiring dan searah.
Dalam sebuah riwayat, ‘Aisyah pernah ditanya perihal akhlak Rasulullah SAW. Dia menjawab bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Alquran. Nabi Muhammad SAW juga dijuluki sebagai “Alquran berjalan.” Akan tetapi, sosok yang wafat dalam usia 63 tahun ini tidak pernah mengharapkan perlakuan yang berlebih-lebihan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Umar bin Khaththab, Rasulullah SAW berpesan kepada umat Islam agar tidak mengikuti jejak kaum Kristen dalam memperlakukan nabinya, Isa bin Maryam. Seperti diketahui, kaum Kristen dengan gegabah menganggap Nabi Isa sebagai “anak Tuhan” sehingga menjerumuskan mereka kepada jalan kesesatan. “Aku hanyalah hamba Allah. Utusan dan hamba Allah,” kata Nabi Muhammad SAW.