Selasa 27 Aug 2024 08:00 WIB

Benarkah Ali tak Akui Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar?

Inilah kisah Ali bin Abu Thalib pada masa awal kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq.

Ali bin Abi Thalib
Foto: dok wiki
Ali bin Abi Thalib

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Telah muncul tuduhan dari sebagian kalangan bahwa Ali bin Abi Thalilb tidak pernah mengakui kepemiminan Abu Bakar alaihissalm?"

Tahun ke-11 Hijriyah, umat Islam merasakan kesedihan yang teramat dalam. Sebab, Nabi Muhammad SAW telah wafat, tepatnya pada Senin, 12 Rabiul Awwal (bertepatan dengan 9 Juni 632). Sebelumnya, kondisi fisik Rasulullah SAW memang terus menurun.

Baca Juga

Beberapa hari menjelang wafat, beliau memang sempat menunjukkan tanda-tanda pulih. Oleh karena itu, seluruh Muslimin terkejut begitu mendengar kabar bahwa Rasulullah SAW telah tiada.

Para sahabat jelas berduka, tetapi tak lantas berlarut-larut terbawa perasaan. Sebab, ada urusan yang tak kalah penting sepeninggal Nabi SAW, yakni kepemimpinan umat.

Sejarah mencatat, peralihan tonggak pemimpin berjalan dengan dinamika. Sebab, Rasul SAW tidak pernah mengatakan secara definitif siapa penerusnya kelak setelah beliau meninggal dunia.

Setelah hari wafat beliau, sejumlah sahabat Nabi di Madinah berkumpul di Saqifah (Balai) Bani Saidah. Mereka terdiri atas para pemuka golongan Anshar, khususnya dari Bani Aus dan Khazraj.

Muncul kesepakatan awal. Mereka hendak mengangkat Sa'd bin Ubadah sebagai pengganti Rasul SAW dalam memimpin umat. Nabi Muhammad SAW jelas merupakan utusan Allah SWT yang terakhir (khatam al-anbiya). Oleh karena itu, rapat ini semata-mata memaklumkan penerus kepemimpinan, bukan "kenabian."

Sa'd adalah tokoh penting yang berasal dari Bani Khazraj. Betapa pun demikian, tak semua anggota Suku Aus menyetujui permakluman ini. Kabar adanya rapat di Saqifah tersebut membuat penduduk Madinah dari kalangan Muhajirin (pendatang) cukup terkejut.

Apalagi, mereka umumnya masih fokus pada persiapan pemakaman jasad mulia Rasulullah SAW. Di tengah situasi demikian, tiga orang terkemuka dari golongan ini lantas bergerak menuju balai pertemuan itu. Mereka adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Sampai di sini, hampir-hampir terjadi perpecahan. Baik pihak Anshar maupun Muhajirin sama-sama merasa berhak menjadi penerus kepemimpinan. Keadaan mulai mereda ketika Abu Bakar berinisiatif menyampaikan pidato. Ketokohan sahabat berjulukan ash-Shiddiq itu memang tak diragukan.

Dialah orang yang mendampingi Nabi SAW di dalam gua saat dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah di tengah pengejaran oleh kaum musyrikin pula. Hadirin di Saqifah pun menyimak Abu Bakar dengan penuh perhatian.

Baca selanjutnya!

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement