REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh sebelum Epidemi Hitam (Black Death) melanda Eropa dan kawasan Mediterania pada 1346-1353, penduduk dunia sudah ditakutkan oleh cacar. Berbagai manuskrip kuno telah mencatat ihwal wabah ini. Bahkan, para peneliti modern menemukan, mumi Firaun Ramses V (meninggal 1160 SM) menunjukkan adanya tanda-tanda cacar.
Cacar dipicu oleh infeksi virus. Uniknya, manusia adalah satu-satunya inang alami virus tersebut. Penularan cacar dapat melalui kontak langsung maupun tak langsung.
Kini, cacar dapat dicegah melalui vaksinasi. Ternyata, masyarakat Turki Utsmaniyah (Ottoman) merupakan yang pertama kali merintis vaksinasi cacar—jauh sebelum Eropa dan Amerika mengembangkannya. Hal ini diuraikan Gulten Dinc dan Yesim Isil Ulman dalam artikel pada Vaccine bertajuk “The Introduction of Variolation ‘A La Turca’ to the West by Lady Mary Montagu and Turkey’s Contribution to This” (2007).
Dinc dan Ulman menjelaskan, konsep kekebalan buatan sudah dikenal manusia sejak lama. Pada abad ke-10, bangsa Cina telah melakukan ini. Caranya dengan mengambil bekas luka bintil cacar yang telah mengering dari si sakit. Kemudian, borok yang telah mengering itu dimasukkan ke dalam lubang hidung orang lain. Tentu, harapannya agar orang tersebut dapat kebal cacar meskipun ada pula yang justru tertular penyakit tersebut.
Dinc dan Ulman mengatakan, teknik membuat kekebalan tubuh pada masa Utsmaniyah dikenal dengan istilah variolasi (variolation). Teknik variolasi pada dasarnya mengumpulkan serpihan-serpihan kulit yang telah terinfeksi cacar, untuk kemudian diberikan kepada orang yang normal. Tujuannya agar si resipien dapat kebal cacar. Variolasi pertama kali diperkenalkan orang-orang Turki Seljuk. Suku bangsa itu mulai menguasai Anatolia (kini negara Turki) sejak abad ke-11 atau sebelum munculnya Kesultanan Utsmaniyah. Orang Seljuk yang ahli variolasi diketahui mempraktikkan metode ini dalam upacara adat tiap musim gugur. Suatu manuskrip menggambarkan bagaimana seorang pria melakukan variolasi terhadap enam anak di Istanbul.
Sumber lain menyebut, variolasi dilakukan pertama kali oleh orang-orang Adighe (Circassian) yang tinggal di pesisir timur Laut Hitam. Pada abad ke-17, pengetahuan ini sampai di Utsmaniyah terutama melalui para perempuan Adighe yang menjadi selir sultan di istana. Suatu kompleks permakaman di Istanbul menjadi lokasi kuburan berbatu nisan tanggal 7 November 1697.
Prasasti tu didirikan untuk mengenang putra Ali Chelebi, seorang dokter istana sekaligus ahli variolasi. Fakta bahwa anaknya Ali Chelebi wafat dalam usia 60 tahun menunjukkan, variolasi sudah dipraktikkan bertahun-tahun lamanya sejak permulaan abad ke-17.