REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG PANDAN -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mensosialisasikan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang telah digelar pada 28-31 Mei 2024 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Sungailiat, Kabupaten Bangka, kepada ketua dan jajaran pengurus MUI Belitung.
"Kami dari MUI Bangka Belitung mengadakan kegiatan sosialisasi hasil pelaksanaan Ijtima Ulama 2024 yang dilaksanakan di Sungailiat beberapa waktu lalu," kata Ketua MUI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Zayadi di Tanjung Pandan, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, hasil Ijtima Ulama 2024 lalu perlu disampaikan sehingga fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI dapat diketahui oleh masyarakat agar dapat diimplementasikan.
"Pada hari ini kami memberikan sosialisasi kepada pengurus MUI Kabupaten Belitung dan pengurus-pengurus kecamatan agar mereka bisa memahami apa sebenarnya fatwa yang sudah dikeluarkan oleh Ijtima Ulama kemarin itu," ujarnya.
Ia mengatakan, apabila ada pertanyaan dari masyarakat terkait dengan materi dalam pelaksanaan Ijtima Ulama 2024, maka pengurus MUI Belitung bisa merespon dan memberikan pemahaman terhadap fatwa-fatwa yang sudah dikeluarkan.
Zayadi menambahkan, dalam pelaksanaan Ijtima Ulama 2024 lalu ada tiga materi besar yang dibahas seperti masalah strategis kebangsaan (Masail Asasiyah Wathaniyah), fiqih kontemporer (Masail Fiqhiyah Mu'ashirah), serta zakat bagi para Youtubers atau konten kreator yang mendapatkan penghasilan dari aktivitas di media sosial tersebut.
"Semoga fatwa-fatwa dari pelaksanaan Ijtima Ulama 2024 ini dapat diimplementasikan oleh umat Islam," katanya.
Zayadi menjelaskan, adapun masalah strategis kebangsaan yang dibahas dalam Ijtima Ulama 2024 meliputi soal etika penyelenggara kebangsaan termasuk bagaimana menghapus penjajahan di dunia sesuai dengan undang-undang negara Indonesia.
"Seperti yang dihadapi oleh Palestina yang ingin merdeka sehingga bangsa Indonesia dan PBB harus terlibat dalam menghentikan genosida oleh Israel terhadap Palestina," ujarnya.
Sedangkan fiqih kontemporer yang dibahas adalah soal salam lintas agama. Dalam Ijtima Ulama 2024 kemarin hukum salam lintas agama adalah haram dan tidak boleh karena bagian dari perkara Ubudiah atau bagian dari doa.
"Karena salam yang berbunyi Assalamualaikum bagi umat Islam adalah doa. Masalah-masalah dalam ritual keagamaan tidak ada toleransi "lakum dinukum waliyadin" (bagiku agamaku dan bagimu agamamu), kalau dalam konteks muamalah, jual beli silahkan," katanya.*