REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan hakim agung, Gayus Lumbuun, mengatakan putusan Komisi Yudicial (KY) yang memutus memecat hakim perkara pembunuhan dengan tersangka Ronald Tannur, bisa memperkuat kasasi yang akan dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Gayus menyambut baik langkah yang dilakukan JPU untuk mengajukan kasasi atas putusan bebas Ronald Tannur. Menurutnya, kasasi ini merupakan kasasi untuk mendapatkan keadilan tidak saja bagi korban, tapi juga keadilan bagi masyarakat.
Dengan adanya putusan KY yang memutus memecat tiga hakim yang mengadili perkara Ronald Tannur, menurut Gayus, ini akan memperkuat posisi JPU dalam mengajukan kasasi. “Putusan KY tentu bisa memperkuat JPU dalam mengajukan kasasi,” kata Gayus, Rabu (28/8/2024).
Meski demikian, Gayus mengingatan bahwa KY bukan pihak yang bisa memberhentikan hakim. “Yang bisa memberhentikan itu MKH di MA. KY membuat usulan ke MA yang akan membuat MKH. Merekalah yang akan memutuskan sanksi apa yang akan dijatuhkan ke para hakim itu. Tapi kalau ada indikasi suap maka KPK yang akan menanganinya,” jelas Gayus.
Gayus juga mengatakan, putusan pemecatan hakim belum memberikan keadilan buat korban. Alasannya, putusan bebas terdakwa pelaku pembunuhan tidak berubah. Kecuali jika kasasi JPU ke MA dikabulkan.
Karena itulah, Gayus melanjutkan, ia pernah mengusulkan ada satu model badan eksaminasi nasional. Tujuan keberadaan lembaga ini adalah untuk mengkaji keputusan pengadilan yang menjadi perhatian publik. “Sehingga keberadaannya bisa menghadirkan keadilan bagi korban,” kata Gayus.
Dicontohkannya, dalam kasus Ronald Tannur, Langkah Komisi Yudicial yang merekomendasikan pemecatan hakim yang memutus perkara Ronald Tannur, belum menghadirkan keadilan bagi korban. “Sebab sekalipun hakimnya dipecat, tapi putusan pengadilan yang membebaskan Ronald Tannur tidak ada perubahan. Karena tidak ada yang bisa mengubah keputusan hakim. Kecuali keputusan hakim yang menjadi perhatian publik ini dieksaminasi,” ungkapnya.
Gayus mengaku, bersama dengan sejumlah dekan Fakultas Hukum mengusulkan ke presiden membentuk Badan Eksaminasi Nasional. “Saat itu saya dan pak Prof Laksanto, menemui pak Mahfud MD. Saat itu ide ini diterima dan akan dipilih sepuluh orang ahli hukum Indonesia,” papar Gayus.
Model eksaminasi ini pernah dilakukan LBH Jakarta maupun LKBH Universitas Muhammadiyah dan Universitas Indonesia, yang hasilnya bagus. Tapi hasilnya itu hanya berupa kajian dan tidak mempengaruhi putusan pengadilan. “Agar berdampak hukum maka harus ada Badan Eksaminasi Nasional,” ungkap Gayus.