Kamis 29 Aug 2024 21:08 WIB

Tiga Nasihat Pengarang Kitab Al Hikam

Syekh Ahmad bin Muhammad bin Atha'illah as-Sakandari adalah pengarang kitab Al Hikam.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Muhammad Hafil
 Syekh Ahmad bin Muhammad bin Atha'illah as-Sakandari adalah pengarang kitab Al Hikam. Foto:  Ulama (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Syekh Ahmad bin Muhammad bin Atha'illah as-Sakandari adalah pengarang kitab Al Hikam. Foto: Ulama (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ulama besar bernama Syekh Ahmad bin Muhammad bin Atha'illah as-Sakandari merupakan seorang pakar tasawuf dari abad ke-13. Gelar as-Sakandari merujuk pada kota kelahirannya, Iskandariah di Mesir. Ibnu 'Athaillah tergolong alim yang produktif menulis. Tak kurang dari 20 kitab sudah dihasilkannya. Pembahasannya tidak hanya meliputi bidang tasawuf, melainkan juga akidah, ushul fikih, nahwu, tafsir Alquran, dan hadis. Dari beberapa karyanya, Al-Hikam merupakan yang paling masyhur. Di dalamnya, ada beragam nasihat dan perenungan.

Tak Ikut Atur

Baca Juga

Ibnu 'Athaillah menasihati kita agar ridha terhadap pengaturan yang telah digariskan Allah SWT. Untuk menjelaskan makna ridha, ia mengisahkan seorang syekh yang berkata, Seandainya penduduk surga telah dimasukkan ke surga dan penduduk neraka telah digiring ke neraka, kemudian hanya diriku yang tersisa, aku tak bisa menduga, ke mana aku akan dibawa.

Menurut Ibnu 'Athaillah, begitulah keadaan hamba yang tidak punya pilihan dan keinginan kecuali bersandar hanya kepada-Nya. Keinginan adalah apa yang Dia (Allah) inginkan. Seorang ulama mengatakan hal yang serupa, 'Pagi ini keinginanku berada dalam ketentuan Allah,' tutur sang salik.

Ia pun berpesan, jangan ikut mengatur bersama Allah. Kau mengetahui bahwa dirimu adalah milik Allah. Dengan demikian, kau tidak berhak mengatur apa yang bukan milikmu, katanya.

Makna Pasrah

Dalam Al-Hikam, Ibnu 'Athaillah menerangkan, kepasrahan bukanlah suatu bentuk kemalasan. Dengan bersikap pasrah, seorang Muslim tidak lantas berhenti bekerja dan berdoa dengan dalih semua telah diserahkan kepada Allah SWT. Sebab, setiap insan wajib berikhtiar.

Yang membuat seorang Mukmin istimewa, ia tak sekadar berusaha, tetapi juga meyakini Allah Mahamengatur segalanya. Sam bil giat bekerja dan berdoa, orang ber - iman akan menyandarkan harapan hanya kepada Allah Ta'ala.

 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ نُهُوْا عَنِ النَّجْوٰى ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا نُهُوْا عَنْهُ وَيَتَنٰجَوْنَ بِالْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُوْلِۖ وَاِذَا جَاۤءُوْكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللّٰهُ ۙوَيَقُوْلُوْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللّٰهُ بِمَا نَقُوْلُۗ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُۚ يَصْلَوْنَهَاۚ فَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, “Mengapa Allah tidak menyiksa kita atas apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Maka neraka itu seburuk-buruk tempat kembali.

(QS. Al-Mujadalah ayat 8)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement