Jumat 30 Aug 2024 07:57 WIB

Mengapa Rasulullah tak Suka Ungkapan Berandai-andai?

Ungkapan 'seandainya' sangat rentan akan bisikin malas dari setan.

Red: Hasanul Rizqa
 Rasulullah SAW tak suka umatnya banyak berandai-andai (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron
Rasulullah SAW tak suka umatnya banyak berandai-andai (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sering kali, kita berandai-andai dan membayangkan bahwa realitas sejalan dengan apa-apa yang diidamkan. Dengan pengandaian itu, kenyataan pun menjadi lebih nyaman walau hanya sesaat di depan mata.

Nabi Muhammad SAW ternyata tak menyukai umat Islam sering mengumbar kata-kata "seandainya." Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, kata lauw (seandainya) membawa kepada perbuatan setan."

Baca Juga

Syekh Shaleh Ahmad asy-Syaami menjelaskan, kata "seandainya" tidak membawa manfaat sama sekali. Menurutnya, meskipun seseorang mengucapkan ungkapan itu, ia tidak akan mampu mengembalikan apa yang telah berlalu. Ia tak akan bisa menggagalkan kekeliruan yang telah terjadi.

Dalam bukunya bertajuk Berakhlak dan Beradab Mulia, Syekh asy-Syaami mewanti-wanti bahwa ungkapan "seandainya" bisa berkonotasi negatif. Itu dapat mewujud sebagai angan-angan semu dan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. 'Sikap seperti ini adalah sikap yang lemah dan malas," ujarnya.

Bahkan, kata dia, Allah pun membenci sikap lemah, merasa diri tidak mampu, dan malas. Dalam sebuah hadis dinyatakan, "Allah SWT mencela sikap lemah, tidak bersungguh-sungguh, tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan. Jika kamu terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap 'cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung'" (HR Abu Dawud).

Sikap tangkas dan cerdas yang dimaksud adalah melakukan usaha dan tindakan-tindakan yang bisa membawa pada keberhasilan. Artinya, berikhtiar meraih sesuatu yang bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat. Berusaha kerasIni, sambung Syekh asy-Syaami, berarti menerapkan hukum kausalitas yang telah Allah tetapkan.

Keutaman dari sikap tangkas dan cerdas yakni bisa menjadi pembuka amal kebaikan. Sebaliknya, sikap lemah dan malas, seperti telah diingatkan Rasulullah SAW, hanya akan mendekatkan diri kepada setan.

"Sebab, jika seseorang tidak mampu atau malas melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya dan masyarakat sekitar, maka dia akan selalu menjadi seseorang yang kerap berangan-angan," paparnya.

Perbuatan dan sikap semacam itu, selain kontraproduktif serta tidak akan membawa pada keberhasilan, juga sama saja dengan membuka amal perbuatan setan. Sebab, godaan setan sering tampil dalam ajakan untuk bersikap malas dan lemah. Para pemalas dan mereka yang gampang menyerah adalah yang paling merugi.

Sifat malas dan lemah merupakan pangkal segala bencana. Seperti misalnya, perbuatan maksiat sudah pasti terjadi karena lemahnya keimanan dan ketakwaan seseorang sehingga berani melanggar larangan agama. 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement