Jumat 30 Aug 2024 08:25 WIB

Rasulullah Peka Membaca Perasaan Orang

Nabi Muhammad SAW sensitif membaca perasaan orang lain.

Red: Hasanul Rizqa
Ilustrasi Rasulullah
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia memiliki perasaan yang penting pula dibaca dan lalu dijaga dengan baik. Membaca perasaan itu bisa ditempuh dengan menangkap bahasa tubuh yang bersangkutan. Dengan demikian, perkara yang kurang mengenakkan akibat ketidakpekaan selama berinteraksi bisa dihindari.

Sering kali, ketika bergaul, kurang memperhatikan perasaan orang lain. Mengobrol hingga larut, memaksakan kehendak, dan penggunaan bahasa entah disadari atau tidak kerap menyakiti perasaan.

Baca Juga

Syekh Musthafa al-Adawi dalam bukunya yang berjudul Fiqh al-Akhlak wa al-Mu'amalat Ma'a al-Mu'minin, menjelaskan Rasul merupakan sosok yang peka membaca perasaan dan karakter seseorang. Hal ini dijadikan sebagai acuan untuk berinteraksi dengan sesesorang sesuai dengan latar belakangnya masing-masing. Perhatikan, misalnya, sikap yang ditunjukkan Rasul kepada Utsman bin Affan yang dikenal pemalu di kalangan sahabat.

Seperti yang pernah dikisahkan Aisyah. Abu Bakar pernah menghadap Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, Rasulullah SAW hanya memakai baju berbahan wol seadanya sambil berbaring santai. Tanpa segan, ayahanda ummul mukminin tersebut mengutarakan maksud kedatangannya pada menantunya itu.

Pemandangan yang sama terlihat saat Rasul menerima kunjungan Umar bin Khatab. Ketika, tiba giliran Utsman, Rasul meminta Aisyah berbenah dan menyiapkan pakaian yang lebih bagus.

Aisyah pun terheran, mengapa penyambutan Utsman diistimewakan, sedangkan kedua tamu sebelumnya diperlakukan biasa saja. Rasul menjawab bahwa Utsman merupakan sosok pemalu, bila tidak disambut sedemikian rupa, bisa jadi dia tidak akan berani menyampaikan uneg-unegnya.

Bentuk peka menghargai perasaan orang lain, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menjatuhkan martabat dan harga diri seseorang di muka umum, sekalipun yang bersangkutan memang bersalah.

Dalam memberikan nasihat, tiap Muslim juga perlu memiliki adab. Seorang Mukmin tidak bisa serta merta memberikan nasihatnya kepada seseorang di hadapan orang banyak.

Hal ini sebagaimana diperingatkan dalam kata-kata penuh hikmah yang disampaikan Imam Syafii. Petuahnya dimuat di dalam buku berjudul Mauizhat.

تغمد نى بنصحك في انفرا دي وجنبني النصيحة في الجما عة فإ ن النصح بين الناس نوع من التو بيخ لا أر ضى استماعه وإن خالفتني وعصيت قولي فلا تجزع إذا لم تعط طا عة

"Sampaikan nasihatmu kepadaku saat aku sendirian. Dan jangan katakan nasihat itu kala banyak orang. Sebab, memberi nasihat di depan banyak orang adalah salah satu bentuk dari pelecehan, aku tidak senang mendengarnya. Apabila saran dan ucapanku ini tidak kau perhatikan, janganlah menyesal jika sekiranya nasihatmu tidak ditaati."

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement