REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Rumah Demokrasi Ramdansyah mengungkapkan sejumlah faktor mengapa Anies Baswedan tidak bisa berlayar di Pilkada Jakarta. Pertama, kata ia, yakni mentalitas partai politik di Indonesia.
Menurut Ramdansyah, saat ini partai politik membentuk koalisi lantaran adanya kompromi (koalisi taktis) demi menempatkan kader meraih kursi kabinet pada pemerintahan mendatang.
"Pilihan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (yang kemudian menjadi KIM Plus) tentunya menjadi prioritas ketimbang mengusung Anies Baswedan yang menjadi lambang oposisi," kata Ramdansyah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa posisi menteri pascapelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 tentu lebih pasti ketimbang mendorong Anies pada Pilkada 2024.
"Problemnya adalah memilih Anies berarti menjauhkan partai politik yang bergabung dalam KIM Plus menjauh dari kekuasaan," ujarnya.
Faktor kedua adalah ideologi partai, seperti PDI Perjuangan yang ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri dengan tegas mengatakan calon yang diusung partainya harus menjadi kader partai.
Hal ini menjadi hambatan terbesar bagi Anies Baswedan dan PDIP untuk berkompromi. Megawati berusaha menunjukkan bahwa keberadaan partai politik sebagai jalan yang tepat bagi siapa pun untuk ikut kontestasi politik di segala level pemilihan.
"Anies adalah simbol oposisi personal. Demikian pula PDIP menjadi simbol oposisi kelembagaan (partai politik) usai Pileg dan Pilpres 2024," katanya seraya menambahkan Anies dan PDIP dapat menemukan titik temu.
Kendati demikian, walaupun keduanya adalah simbol perlawanan atau oposisi, tetapi ada persoalan prinsipal di antara keduanya. Anies sepertinya tetap ingin berada di luar partai, sebaliknya PDIP tidak menginginkan demikian.
Faktor ketidakinginan Anies menjadi kader partai mana pun ini yang juga ditengarai mengapa ia tidak bisa berlayar.
"Pilihan Anies untuk tidak menjadi anggota partai mana pun sepertinya sudah menjadi prinsip yang sulit diubah, mungkin masih buruknya persepsi publik mengenai partai politik ikut mempengaruhi sikap keengganan beliau untuk bergabung di partai politik mana pun," ujarnya.
Ramdansyah menuturkan apabila Anies mau menjadi kader partai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap bisa maju pada Pilkada 2024.
Oleh karena itu, dia menyampaikan pembenahan partai politik melalui revisi UU Parpol sudah selayaknya menjadi prioritas utama agar dapat dibenahi di masa yg akan datang.
Ia melihat masih banyak harapan publik bahwa seharusnya Anies pada pilkada saat ini memutuskan untuk bergabung dengan suatu partai politik. Ada pun momentum Pilkada 2024 kali ini dirasakan momentum yang paling tepat.
"Kita tidak pernah tahu politik legislasi ke depan, bisa saja kebijakan pilkada langsung terhenti di beberapa tahun ke depan karena dengan keserentakan pilkada secara nasional ini kelak cepat atau lambat akan menimbulkan pertanyaan untuk apa tetap dipertahankan pilkada dipilih secara langsung, apalagi ketika sudah dianggap business as usual," ujar dia.
Anies sengaja dijegal
Sementara itu, Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono akhirnya bersuara terkait alasan Anies Baswedan batal diusung di pemilihan Gubernur (pilgub) Jawa Barat karena dijegal orang pihak-pihak yang tidak menginginkannya maju.