REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON-- Kasus kematian Vina dan Muhammad Rizky atau Eky di Cirebon pada 2016 silam, hingga kini masih meninggalkan misteri. Bahkan, berbagai upaya yang dilakukan sejumlah pihak sejak kasus itu kembali viral beberapa bulan terakhir, juga belum mampu menjawab misteri yang ada.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mempertanyakan sejumlah hal kepada pihak kepolisian dalam kasus Vina, baik Polda Jabar maupun Mabes Polri. ‘’Yang pertama adalah saya bertanya tentang kabar Sudirman,’’ kata Reza, Jumat (30/8/2024).
Reza mengungkapkan, jika Sudirman dianggap memiliki kondisi mental yang berbeda dari orang kebanyakan, maka sepatutnya otoritas penegakan hukum juga menyikapi Sudirman secara proporsional. ‘’Apakah terus-menerus memisahkan posisi Sudirman, tanda petik mengisolasinya sedemikian rupa, itu sesuai dengan kondisi mental yang bersangkutan?,’’ tanya Reza.
Kedua, Reza mempertanyakan bukti komunikasi elektronik percakapan terakhir Vina sebelum meninggal. Hasil ekstraksi data komunikasi Vina itu disebut disampaikan oleh Edwin Partogi, yang merupakan anggota tim hukum Saka Tatal.
Dari hasil ekstraksi data itu disebutkan bahwa komunikasi terakhir Vina pada pukul 22.17 WIB. Itu menunjukkan Vina masih hidup pada jam tersebut. Sehingga serta-merta meruntuhkan seluruh konstruksi pidana yang sudah dialami oleh para terpidana.
‘’Nah, saya bertanya ke Polda Jabar dan ke Divisi Humas Mabes Polri apakah bukti yang ditemukan oleh Edwin Partogi itu valid atau tidak? Ataukah itu bukti palsu? Atau valid?,’’ kata Reza.
Reza menilai, yang lebih penting dari semua bukti saintifik adalah bukti komunikasi elektronik. Dia memperkirakan, jika bukti komunikasi elektronik ini dihadirkan di sidang PK, maka akan mengubah nasib para terpidana. ‘’Dari terpidana menjadi orang bebas merdeka,’’ kata Reza.
Hal ketiga yang dipertanyakan oleh Reza adalah mengenai DPO kasus Vina. Polda Jabar sebelumnya mengatakan ada empat orang DPO, namun kemudian memfiktifkan sejumlah DPO. ‘’Pertanyaan saya, karena di sidang pra peradilannya Pegi Setiawan, para DPO itu dihidupkan kembali oleh Polda Jabar, maka Polda Jabar masih mencari para DPO itu tidak?,’’ tanya Reza.
Menurut Reza, jika para DPO itu benar ada, maka seharusnya jangan dibiarkan berkeliaran begitu saja oleh Polda Jabar. ‘’Kalau memang mereka ada, kita bayangkan berarti ada empat orang yang disebut-sebut sudah melakukan penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan memindah-mindahkan jasad korban, tapi kemudian mereka berkeliling entah di Cirebon, entah di luar Cirebon, entah di Jabar, entah di luar Jabar,’’ papar Reza.
Reza mengungkapkan, kalau memang ada empat orang DPO dan mereka bukan fiktif, maka Polda Jabar harus mencari dan mengamankan mereka. ‘’Jadi saya menagih sikap konsekuensi Polda Jabar, kalau memang ada empat orang DPO dan mereka bukan fiktif, tolong mereka dicari, diamankan,’’ kata Reza.
Reza mengatakan, Kapolri sebenarnya sudah mewanti-wanti bahwa pengungkapan kasus Cirebon harus tuntas dan transparan. Ia memaknai transparan itu sebagai kesediaan Polri untuk secara berkala berkomunikasi dengan publik. ’Tapi praktis sejak bulan Juni lalu, tidak ada lagi update berita tentang kasus Cirebon di website Humas Mabes Polri. Ini saya anggap bahwa terkesan kasus Cirebon, yang sudah dianggap masyarakat semrawut ini, ternyata tidak lagi berada pada prioritas puncak yang harus dituntaskan secara transparan oleh Polri,’’ papar Reza.
‘’Jadi izinkan saya untuk hari ini mengatakan, saya sungguh-sungguh khawatir bahwa instruksi Kapolri bahwa kasus Cirebon harus diungkap secara tuntas dan transparan ternyata tidak sungguh-sungguh dipatuhi oleh para penggawanya sendiri,’’ katanya.