Jumat 30 Aug 2024 20:20 WIB

Aksi Boikot Ubah Perilaku Konsumsi Generasi Milenial 

Sebanyak 55 persen dari 577 responden mengaku tak akan mengonsumsi makanan boikot.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Aksi boikot yang dimulai akhir Oktober 2023 juga turut berdampak pada perubahan perilaku dan pola pembelian khususnya pada generasi Milenial. (ilustrasi)
Foto: NOVRIAN ARBI/ANTARA
Aksi boikot yang dimulai akhir Oktober 2023 juga turut berdampak pada perubahan perilaku dan pola pembelian khususnya pada generasi Milenial. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi boikot yang dimulai akhir Oktober 2023 juga turut berdampak pada perubahan perilaku dan pola pembelian khususnya pada generasi Milenial. Berdasarkan laporan survei Jakpat pada 2024 terhadap 1.285 responden yang tersebar di Jakarta, Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua demukan bahwa lebih dari 65 persen dari 577 responden merasa menghindari produk yang biasa mereka gunakan/konsumsi merupakan tantangan utama dalam melakukan boikot.  Selain itu, mereka sudah memiliki barang dari merek yang diboikot dan banyak diskon yang tersedia.

Berdasarkan kriteria makanan dari restoran cepat saji yang terdampak boikot, sebanyak 55 persen dari 577 responden mengaku tidak akan mengonsumsi lagi makanan dari restoran cepat saji yang diboikot, khususnya generasi Milenial. Kemudian 13 persen dari responden yang mengaku akan mempertimbangkan untuk kembali datang ke restoran cepat saji di masa mendatang, jika perusahaan tidak lagi mendukung “Israel”.

Baca Juga

“Sebanyak 12 persen responden mengaku tidak memiliki alternatif lain sehingga masih mengonsumsi makanan cepat saji yang diboikot dan sebanyak 10 persen responden mengaku masih mengonsumsi bila ada penawaran diskon yang menarik,” seperti yang tertulis dalam laporan survei Jakpat dikutip Jumat (30/8/2024).

Selanjutnya berdasarkan kriteria fesyen dan gaya hidup, sebanyak 75 persen dari 577 responden mengaku tidak akan menggunakan lagi merek fesyen yang diboikot tersebut, khususnya generasi Milenial. Namun, sebanyak 11 persen responden mengaku akan kembali mempertimbangkan aksi boikotnya bila perusahaan terbukti tidak lagi berafiliasi dengan Israel.