REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi boikot yang dimulai akhir Oktober 2023 juga turut berdampak pada perubahan perilaku dan pola pembelian khususnya pada generasi Milenial. Berdasarkan laporan survei Jakpat pada 2024 terhadap 1.285 responden yang tersebar di Jakarta, Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua demukan bahwa lebih dari 65 persen dari 577 responden merasa menghindari produk yang biasa mereka gunakan/konsumsi merupakan tantangan utama dalam melakukan boikot. Selain itu, mereka sudah memiliki barang dari merek yang diboikot dan banyak diskon yang tersedia.
Berdasarkan kriteria makanan dari restoran cepat saji yang terdampak boikot, sebanyak 55 persen dari 577 responden mengaku tidak akan mengonsumsi lagi makanan dari restoran cepat saji yang diboikot, khususnya generasi Milenial. Kemudian 13 persen dari responden yang mengaku akan mempertimbangkan untuk kembali datang ke restoran cepat saji di masa mendatang, jika perusahaan tidak lagi mendukung “Israel”.
“Sebanyak 12 persen responden mengaku tidak memiliki alternatif lain sehingga masih mengonsumsi makanan cepat saji yang diboikot dan sebanyak 10 persen responden mengaku masih mengonsumsi bila ada penawaran diskon yang menarik,” seperti yang tertulis dalam laporan survei Jakpat dikutip Jumat (30/8/2024).
Selanjutnya berdasarkan kriteria fesyen dan gaya hidup, sebanyak 75 persen dari 577 responden mengaku tidak akan menggunakan lagi merek fesyen yang diboikot tersebut, khususnya generasi Milenial. Namun, sebanyak 11 persen responden mengaku akan kembali mempertimbangkan aksi boikotnya bila perusahaan terbukti tidak lagi berafiliasi dengan Israel.
Sementara berdasarkan kriteria produk makanan dan minuman yang diboikot, sebanyak 62 persen dari 577 responden mengaku tidak akan mengonsumsi lagi merek makanan dan minuman yang diboikot. Sebanyak 5 persen responden mengaku akan kembali mempertimbangkan aksi boikotnya bila perusahaan terbukti tidak lagi berafiliasi dengan Israel.
Untuk kriteria kosmetik, mayoritas responden 67 persen mengaku tidak akan mengonsumsi lagi merek kosmetik dan perawatan diri yang diboikot, terutama generasi milenial. Sebanyak 4 persen responden mengaku akan kembali mempertimbangkan aksi boikotnya bila perusahaan terbukti tidak lagi berafiliasi dengan Israel.
Dalam Seri Analisis Makroekonomi Indonesia Economic Outlook Kuartal III-2024 Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengungkap perekonomian Indonesia secara umum relatif melemah di Triwulan-II 2024 dibandingkan triwulan sebelumnya. Tidak adanya faktor musiman yang memicu aktivitas ekonomi, tingginya ketidakpastian global, dan berlanjutnya permasalahan struktural berdampak negatif terhadap pertumbuhan PDB.
“Lebih lanjut, ketidakpastian mengenai arah kebijakan oleh pemerintahan mendatang juga mendorong masyarakat cenderung menahan konsumsinya dan investor bersikap wait-and-see. Sehingga, pertumbuhan PDB kemungkinan melambat di Triwulan-II 2024,” seperti yang tertulis dalam riset tersebut.
Masih dalam laporan tersebut ditemukan bahwa total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah pada 2023 adalah 82,3 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Terdiri dari porsi calon kelas menengah menyumbang 45,5 persen dan kelas menengah menyumbang 36,8 persen.
Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4 persen pada 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9 persen pada periode yang sama.