REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip), Wijayanto mengatakan, Undip menerima berbagai hukuman sebagai buntut dari kasus meninggalnya mahasiswi Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) Aulia Risma Lestari. Dia mengibaratkan Undip sekarang seperi bebek yang lumpuh tak berdaya akibat sanksi-sanksi itu.
Di dalam kasus PPDS, menurut Wijayanto, Undip sudah melakukan investigasi internal. Namun, kata dia, seperti disampaikan berkali-kali oleh rektor di berbagai kesempatan, Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakunya jelas dan tegas, yaitu drop out (DO). "Namun, faktanya bahkan saat investigasi itu masih jauh dari kata selesai: penghakiman bahkan hukuman sudah dilakukan. Berkali-kali," ujar Wijayanto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (31/8/2024).
Dia menjelaskan, hukuman pertama berupa penutupan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip. Penutupan itu dilakukan Kemenkes pada 14 Agustus 2024 jauh sebelum penyidikan itu rampung dan ada kata putus dari polisi dan apakah lagi pengadilan.
"Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya. Namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Karyadi," ucap Wijayanto.
Lalu, hukuman kedua baru saja terjadi kemarin. Hukuman itu diberikan kepada dr Yan Wisnu, Dekan Fakultas Kedokteran Undip. "Saya mengenalnya sebagai pria bersuara lirih, selalu ramah, tidak pernah meledak-ledak dan sangat hati-hati dan terukur dalam berkata-kata. Dapat dimengerti, dia adalah seorang dokter spesialis Onkologi. Saat saya periksa wikipedia, itu adalah cabang ilmu yang berurusan dengan studi, perawatan, diagnosa, dan pencegahan kanker," kata Wijayanto.
Beberapa kali Wijayanto bertemu dengannya akhir-akhir ini. Wajahnya lelah dan tampak kurang tidur. Kepada Wijayanto, Yan Wisnu mengaku mengalami banyak sekali doxing dan perisakan di berbagai akun media sosial yang dia miliki. Hari-hari ini, kata dia, Yan Wisnu merasa didera rasa cemas dan panik, stres, dan burn out.
"Di mata saya dia adalah sosok yang penuh integritas. Sulit saya membayangkan dia rela untuk melindungi pelaku perundungan dan mengorbankan nama baiknya sendiri. Mengorbankan puluhan mahasiswa yang lain dan, terutama, almamater undip yang teramat dicintainya. Apalagi ditambah semua perisakan yang dialaminya," jelas Wijayanto.
Undip tuding ada tekanan dari Kemenkes.. baca di halaman selanjutnya.