REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pada hari Ahad (1/9) menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan penghentian eskalasi militer Israel di Tepi Barat.
Seruan ini muncul setelah hubungan telepon antara pemimpin Mesir dan putra mahkota Arab Saudi untuk membahas perkembangan regional dan cara meningkatkan aksi bersama Arab.
Kedua pemimpin sepakat tentang perlunya mencapai gencatan senjata segera di Jalur Gaza dan menghentikan eskalasi di Tepi Barat guna mencegah perluasan konflik, sekaligus mengembalikan stabilitas di wilayah tersebut, demikian pernyataan dari kepresidenan Mesir.
Di sisi lain, Mohammed bin Salman menekankan pentingnya mengerahkan semua upaya Arab dan Islam untuk menghentikan eskalasi dan pelanggaran yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina, lapor kantor berita negara Saudi, SPA.
Israel telah melanjutkan operasi militer skala besar di utara Tepi Barat yang menyebabkan kematian setidaknya 26 orang Palestina, penangkapan puluhan orang, dan kerugian finansial besar di wilayah tersebut.
Operasi ini berlangsung sementara ketegangan tetap tinggi di seluruh Tepi Barat yang diduduki, di tengah serangan brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 40.700 orang Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak 7 Oktober tahun lalu.
Setidaknya 676 orang Palestina telah tewas, hampir 5.600 terluka, dan 10.400 lainnya ditahan di wilayah yang diduduki, menurut angka Palestina.
Eskalasi ini terjadi menyusul putusan signifikan Mahkamah Internasional pada tanggal 19 Juli, yang menyatakan pendudukan Israel selama puluhan tahun atas wilayah Palestina tidak sah dan menyerukan pengosongan semua pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Israel Serang Bantuan Kemanusiaan
Serangan udara Israel terhadap konvoi bantuan yang membawa makanan dan bahan bakar ke rumah sakit di Gaza merenggut nyawa empat warga Palestina pada Kamis lalu, kata kelompok bantuan yang bermarkas di Amerika Serikat (AS), Anera.
Keempat warga Palestina tersebut berada di kendaraan terdepan konvoi bantuan Anera yang menuju Rumah Sakit Bulan Sabit Merah Emirat di Rafah, Gaza selatan. Hal ini disampaikan kelompok bantuan tersebut dalam sebuah pernyataan pada Jumat lalu.
Anera mengatakan, segera setelah konvoi meninggalkan penyeberangan Kerem Shalom (Kareem Abu Salem) yang dikuasai Israel ke Gaza, empat warga Palestina dari komunitas tersebut mengambil alih kendaraan terdepan, dengan alasan kekhawatiran bahwa rute tersebut tidak aman dan berisiko dijarah.
"Pihak berwenang Israel menuduh bahwa mobil terdepan (konvoi) membawa banyak senjata. Namun, setiap laporan awal dari mereka yang berada di tempat kejadian menunjukkan bahwa tidak ada senjata yang terlihat," kata Anera, dikutip dari laman The New Arab, Ahad (1/9/2024).
Sebuah rencana yang disetujui oleh pihak berwenang Israel menyerukan penjaga keamanan yang tidak bersenjata dalam konvoi tersebut. Keempat orang tersebut belum diperiksa atau dikoordinasikan dengan otoritas Israel, tetapi konvoi tersebut tidak menganggap mereka sebagai ancaman, kata Anera.
Anera mengatakan tidak ada peringatan atau komunikasi sebelum serangan udara Israel. Tidak ada staf Anera yang terluka. Setelah keempat orang tersebut wafat, anggota konvoi lainnya mengirimkan bantuan, kata Anera.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh beberapa media, tentara Israel beralasan bahwa, "Sejumlah penyerang bersenjata menguasai kendaraan di depan konvoi dan mulai memimpinnya."
"Setelah pengambilalihan dan verifikasi lebih lanjut bahwa serangan yang tepat terhadap kendaraan penyerang bersenjata dapat dilakukan, serangan dilakukan," kata tentara Israel.
Militer Israel dan kedutaan besar Israel di Washington tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar lebih lanjut.
Namun, biasa terjadi, organisasi bantuan dan kemanusiaan telah diserang sebelumnya oleh tentara Israel di Gaza, Palestina.
Pada April 2024, tiga serangan Israel menghantam konvoi kendaraan bantuan, merenggut nyawa tujuh staf World Central Kitchen. Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan minggu ini bahwa salah satu kendaraannya terkena 10 peluru di dekat pos pemeriksaan militer Israel.