Senin 02 Sep 2024 10:05 WIB

AS Godok Versi Final Perjanjian Gencatan Senjata Jalur Gaza

Jika kesepakatan tidak diterima, negosiasi yang dipimpin AS berakhir.

Red: Ani Nursalikah
Seorang anggota pasukan Israel berjalan di samping kendaraan lapis baja   saat operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (28/8/2024). Bentrokan dengan militer Israel di Tepi Barat meningkat tajam sejak dimulainya perang Israel-Hamas di Gaza.
Foto: AP Photo/Majdi Mohammed
Seorang anggota pasukan Israel berjalan di samping kendaraan lapis baja saat operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (28/8/2024). Bentrokan dengan militer Israel di Tepi Barat meningkat tajam sejak dimulainya perang Israel-Hamas di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Amerika Serikat (AS) berencana menyajikan kesepakatan gencatan senjata versi final di Jalur Gaza dalam beberapa pekan mendatang. Jika kesepakatan itu tidak diterima, hal itu bisa berarti berakhirnya peran AS dalam negosiasi antara Israel dan gerakan Palestina Hamas.

Surat kabar Washington Post pada Selasa lalu menyampaikan AS tengah berunding dengan Mesir dan Qatar mengenai garis besar batas kesepakatan akhir 'terima atau tinggalkan'. Surat kabar tersebut mengutip pejabat senior pemerintahan Presiden Joe Biden yang tidak mau namanya disebut.  

Baca Juga

Jika kedua belah pihak tidak menerimanya, hal itu dapat menandai berakhirnya negosiasi yang dipimpin AS, lanjut surat kabar itu. “Anda tidak bisa terus menerus bernegosiasi. Proses ini harus dihentikan pada titik tertentu,” kata pejabat tersebut.

AS tengah menggodok kesepakatan dengan Mesir dan Qatar sebelum militer Israel menemukan jasad enam sandera yang diculik pada bulan Oktober oleh gerakan Palestina Hamas. Seorang pejabat senior menekankan penemuan jasad-jasad tersebut akan menambah urgensi tambahan pada tahap akhir negosiasi antara Israel dan Hamas.

Pejabat tersebut mengatakan AS juga yakin keenam sandera tersebut telah ditembak di kepala sesaat sebelum jasad mereka ditemukan. Publikasi tersebut mengatakan, mengutip pejabat senior lainnya, bahwa beberapa sandera yang terbunuh seharusnya dibebaskan pada fase pertama negosiasi.

Di antara mereka, publikasi tersebut menyebutkan nama warga AS Hersh Goldberg-Polin dan dua wanita Israel. Seperti yang diberitakan oleh dua pejabat senior lainnya dari pemerintahan Biden kepada surat kabar tersebut, kematian para sandera menambah komplikasi lebih lanjut dalam negosiasi gencatan senjata.

"Para pejabat AS akan sibuk menelepon selama 48 jam ke depan untuk melihat apakah kesepakatan masih bisa dicapai," kata pejabat senior AS kedua kepada surat kabar tersebut.

Pada Ahad pagi, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menerbitkan nama enam sandera yang jasadnya ditemukan di terowongan bawah tanah di kota Rafah di daerah kantong Palestina selatan. Di antara mereka terdapat seorang warga negara Rusia, Alexander Lobanov yang berusia 32 tahun dan seorang warga negara AS, Hersh Goldberg-Polin yang berusia 23 tahun.

IDF meyakini keenam sandera yang jasadnya ditemukan di Jalur Gaza pada Sabtu malam dibunuh oleh Hamas beberapa saat sebelumnya. Hamas sebelumnya mengatakan mereka menganggap Israel bertanggung jawab atas kematian tawanan Israel di Jalur Gaza.

Sehari sebelumnya pada Sabtu, Presiden AS Biden mengatakan para peserta pembicaraan gencatan senjata di Jalur Gaza telah mencapai kesepakatan mendasar tentang kemungkinan kesepakatan. 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement