REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Harian Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Soleh Sofyan merespons munculnya larangab penggunaan jilbab di Rumah Sakit (RS) Medistra Jakarta Selatan. Larangan jilbab untuk perawat dan dokter umum di RS tersebut terungkap setelah adanya protes dari dokter Diani Kartini yang beredar di lini masa.
Kiai Soleh Sofyan mengatakan, larangan jilbab terhadap perawat dan dokter tersebut jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, di mana negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
"Maka, perusahaan atau rumah sakit apapun seharusnya memperlakukan pekerjanya sesuai dengan aturan negara," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (2/9/2024).
Dia menegaskan bahwa aturan Agama tidak boleh dikalahkan oleh aturan manusia, kecuali ada udzur syar'i yang memperbolehan untuk mengambil rukhsoh (kemudahan), seperti membuka aurat untuk tujuan operasi.
"Pertanyaannya apakah memakai kerudung menurunkan kinerja kerja karyawan? Kalau tidak, tidak ada alasan rumah sakit melarangnya, kalaupun ada kesan kurang praktis, kan sekarang banyak modifikasi kerudung khusus untuk pekerja," kata Kiai Soleh Sofyab.
Sampai saat ini, kasus pelarangan jilbab terus berulang di Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di Indonesia. Agar kasus larangan jilbab ini tidak terus terjadi, LD PBNU pun mendorong kepada pemerintah untuk membuat aturan yang lebih tegas.
"Pemerintah harus konsen dengan beberapa larangan memakai jilbab belakangan ini, seperti larangan memakai jilbab pada Paskibraka, meskipun kemudian dianulir. Perlu aturan lebih tegas dari pemerintah sebagai implementasi UUD 1945 dan Pancasila," jelas Kiai Soleh Sofyan.
Sebelumnya, beredar di dunia maya surat yang tertulis dokter Diani Kartini bertanggal 29 Agustus 2024 ditujukan kepada Direksi RS Medistra. Dalam surat itu, dia mengatakan,
“Selamat Siang Para Direksi yang terhormat. Saya ingin menanyakan terkait persyaratan berpakaian di RS Medistra. Beberapa waktu lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra. Kebetulan keduanya menggunakan hijab. Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara, menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS internasional, sehingga timbul pertanyaan apakah bersedia membuka hijab jika diterima."
Dokter spesialis bedah onkologi itu pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari RS Medistra Jakarta Selatan, Sabtu (31/8/2024). Langkah ini dia ambil setelah rumah sakit tempat dia bekerja sejak 2010 itu, melarang perawat dan dokter umum mengenakan jilbab.
“Dan saya juga langsung keluar tidak bekerja di Medistra lagi setelah peristiwa itu, tepatnya kemarin, Sabtu 31 Agustus 2024,” ujar dia kepada Republika.co.id, Ahad (1/9/2024).